BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap tahun di bulan haji, dapat disaksikan jutaan manusia
berbondong-bondong bertandang ke lembah yang gersang, tandus dan kering
kerontang untuk menetap beberapa waktu. Disana para jamaah haji melakukan
seranngkain ritual ibadah. Para jamaah haji datang dari berbagai penjuru dunia,
meninggalkan pekerjaan dan keluarga di kampong halaman.
Sulit dimengerti dengan ukuran akal manusia yang dhaif, kekuatan apa yang
mampu menggerakan para jamaah haji untuk datang dangan antusias serta khusuk
melaksanakan ritual keagamaan yang berat tersebut. Tidak sedikit dari jumlah
ibadah haji yang datang dengan susah payah. Ada yang menabung sampai puluhan
tahun untuk biaya perjalanan.
Kekuatan yang menggerakan mereka adalah gairah keimanan dan keislaman untuk
menjunjung tinggi Rumah Allah di lembah ka’bah. para jamaah haji adalah Para
tamu Allah yang memenuhi seruan-Nya
untuk berdatangan ke Rumah Allah. Baitullah adalah symbol pusat arah kiblat
yang menyatukan umat Islam di seluruh d. unia ketika salat, berserah diri dalam
sujud menyembah Allah.
Ibadah haji bukan sekedar ritual keagamaan yang dilakukan untuk
menyempurnakan Islam. Ibadah haji memiliki manfaat dan ibrah yang besar bagi
umat manusia. Namun sayangnya ibrah dan manfaat yang besar tesebut hanya di
pahami untuk akhirat saja. Manfaat yang lain jarang disinggung dalam
pengajian-pengajian maupun dalam buku-buku manasik haji. Padahal sebenarnya
manfaat yang bersifat duniawi tidak kalah besarnya dengan manfaat ukhrawi.
Permasalahan
di atas mengilhami penulis untuk mengutarakan manfaat-manfaat haji, baik secara
ukhrawi maupun duniawi. Dengan harapan tidak terjadi bias antara ukhrawi dan
duniawi. Dan pada akhirnya kegiatan atau ritual keagamaan tidak hanya di
pandang dari sisi ukhrawi saja tetapi juga dari sisi duniawi juga.
B.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana sejarah Nabi ibrahim dan Haji?
b.
Bagaimana syari’at ibadah haji?
c.
Bagaimana dampak ibadah haji bagi kehidupan manusia?
C.
Tujuan Masalah
a.
Mengetahui sejarah Nabi Ibrahim dan Haji.
b.
Mengetahui Syari’at Ibadah Haji.
c.
Mengetahui dampak ibadah haji bagi kehidupan manusia.
BAB
II
SEJARAH
KOTA MAKKAH DAN HAJI
A.
Makkah dan Nabi Ibrahim
Sebagian dari kisah perjalanan nabi Ibrahim (meliputi keluarga, sahabat
karib dan ajaran serta peninnggalan) tercatat dalam al-qur’an. Nabi Ibrahim
dilahirkkan di daerah kildan, Mesopotamia selatan yang sekarang masuk wilayah
Iraq.[1] Ketika itu, kawasan tersebut dibawah
pemerintahan naja namruj bin kan’an. Nabi Ibrahim sempat konflik dengan
pemerintahan, raja dan rakyat yang menyembah bulan, bintang dan --matahari yang
mereka proyeksikan dalam simbol peribadatannya dengan bentuk berhala dan
patung. Dikisahkan dalam alqur’an nabi Ibrahim divonis hukuman bakar.
Setelah peristiwa tersebut, beliau berdiam diberbagai negeri yang dipilihkan Allah baginya. Salah satu adalah kota makkah. Hal ini
sebagaimana firman Allah :
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ
مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي
إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ.
Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah
yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat,
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah
mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur
Dalam tafsir
yang ditulis oleh ali as-shabuni, ayat ini
menjelaskan harapan Nabi Sulaiman untuk kota makah . Beliau berharap dan
berdoa agar lembah yang gersang dimana anak nya Ibrahim dan istrinya hajar
tinggal menjadi tempat yang ramai dan
tempat untuk beribadah bagi orang-orang yang mengikuti agama
tauhid. Menurut riwayat dari ibnu abbas,
potongan ayat أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ memilki pengertian agar orang-orang romawi Persia dan seluruh
manusia, datang berdesak-desakan ke kota makah.
Selain itu juga nabi sulaiman berdoa agar penduduk kota makah diberikan
rizki berupa buah-buahan agar mereka mau bersyukur atas nikmat Allah yang
diberikan kepada mereka. Doa nabi iibrahim ini di kabulkan oleh Allah, kota
Makkah dijadikan kota yang aman dan dipenuhi rizki-rizki Allah.[2]
Dalam tafsir
bahrul ulum, dicertikan, bahwa tempat tinggal nabi Ibrahim pada awalnya adalah
di syam. Di tanah Syam nabi Ibrahim memiliki istri yang bernama sarah yang
mempunyai budak perempuan bernama hajar.
Kemudaian hajar dinikahkan kepada Ibrahim, dari pernikahan ibrahim dan
hajar ini dikarunia anak bernama ismail. tidak di dijelaskan dengan terang di
dalam kitab ini kenapa hajar dinikahi oleh nabi ibrahim. Kemudian nabi ibrahim
bersama hajar dan ismail pergi meninggalkan syam dan pergi ke kota makkah.
Ketika itu,
makkah adalah lembah digurun pasir yang belum berpenghuni, belum ada yang
menetap disana. Makkah hanya merupakan persinggahan khafilah dari yaman menuju
syam atau sebaliknya. Setelah kedatangan
nabi Ibrahim ke kota makkah kota yang pada mulanya gersang tidak ada tumbuhan,
menjadi tempat yang ramai dan menjadi penuh dengan rizki Allah. Hal ini
merupakan berkah dari doa nabi Ibrahim diatas. [3]
B.
Sejarah Pembangunan Ka’bah
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ
مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah
yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Baitul haram (ka’bah) merupakan rumah pertama yang dibangun untuk beribadah
kepada Allah di bumi ini. Hal ini sesuai dengan apa yang diinformasikan Allah
dalam al-Qur’an melalui ayat di atas [4]
Dalam tafsir samarqandy, kata bakkah pada ayat diatas terdapat silang
pendapat dari para ulama. Menurut
Aj-zujaj, kata bakkah merujuk pada tempat dibangunnya Baitullah, sedang daerah
yang berada disekitarnya disebut dengan Makkah. Sedang ulama lain berpendapat
kata bakkah dan makkah itu memilki arti yang sama tidak ada perbedaan diantara
keduanya. [5]
Dalam tafsir yang ditulis zamakhsyari terdapat sebuah hadsit yang
diriwayatkan oleh abu zdar, suatu ketika rasul ditanya, tentang masjid yang
pertama kali dibangun untuk manusia. Rasul menjawab masjid yang pertama
dibangun adalam masjid al-haram, setelah itu baru dibangunlah bait al-muqadas.
Kemudian rasul ditanya lagi, berapa tenggang waktu pembangunan antara
keduannya?. Rasul menjawab empat puluh tahun.
Namun terdapat riwayat lain yang disandarkan kepada sahabat Ali. Ketika Ali
ditanya apakah ka’bah adalah rumah pertama yang dibangun di bumi ini, Ali
menjawab, bukan, ka’bah bukanlah rumah pertama yang dibangun di muka bumi ini.
Sebelumnya telah ada rumah-rumah yang telah dibangun. Tetapi ka’bah adalah bangunan pertama yang
dibangun yang pernuh dengan berkah, rahmah dan hidayah Allah.[6]
Keterangan yang menyebutkan bahwa
ka’bah bukanlah rumah pertama yang dibangun dimuka bumi ini diperkuat oleh
baidhawi. Menurut pendapat yang dikutip
oleh baidhawi, ka’bah bukan rumah pertama yang dibangun secara urutan waktu,
tetapi ka’bah adalah bangunan pertama yang mulia. Dengan demikian dapat
dipahami, ka’bah bukan rumah pertama yang dibangun, tetapi bangunan pertama
yang mulia, penuh berkah dan rahmah serta petunjuk.[7]
Dalam sebuah keterangan yang ditulis baidhawi dalam karya tafsirnya anwar
al tanjil wa asraru al-ta’wil, terdapat silang pendapat mengenai siapa yang pertama
kali membangun ka’bah. Ada pendapat yang menyebutkan orang pertama membangun
ka’bah adalah nabi Ibrahim kemudian bangunan
itu hancur. Selanjutnyya bangunan itu dibangun kembali oleh sebagian
orang dari bani jurhum dan terakhir dibangun kembali oleh bani quraisy. Namun ada pula pendapat yang mengatakan bahwa
pembangun pertama ka’bah adalah nabi adam. kemudian bangunan itu hancur di
terjan tofan dan dibangun kembali oleh nabi Ibrahim.
C.
Sejarah Haji
Sejarah timbul dan di syariatkannya ibadah haji tidak
lepas dari sebuah bangunan yang dibangun oleh al-Khalil Nabi Ibrahim AS dan
putranya Ismail AS yaitu Bait al-haram. Bait al-Haram adalah rumah yang pertama
kali dibangun di bumi ini untuk beribadah kepada Allah. Keduanya adalah utusan
Allah yang mulia, dan dari keturunan kedualah kemudian Allah menjadikan umat
islam sekarang ini. Dengan dibangunnya bait al-haram ini Nabi Ibrahim
mengajarkan akan ketauhidan kepada Allah. Sehingga nilai-nilai ketauhidan ini
dapat diamalkan oleh umat nabi ibrahim setelahnya sampai saat ini.
Oleh karena itu Allah mewajibkan ibadah haji bagi orang
yang mampu, dan dinilainya sebagai pembangkang Allah dan penentang agama-Nya
bagi mereka yang secara sengaja meninggalkannya atau meremehkannya. Allah
berfirman dalam surat Al-Imran ayat 97:
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ
وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ(97)
Padanya
terdapat tanda-tanda yang nyata, (yaitu) maqam ibrahim, dan barangsiapa
memasukinya ia tentu akan aman, dan karena Allah-lah atas manusia (wajib)
menunaikan ke rumah itu, bagi mereka yang mampu kesana, tapi barang siapa kufur
(membangkang), sesungguhya Allah itu Maha kaya dari manusia seluruhnya.
Dalam
Asbabun Nuzulnya, suatu riwayat dikemukakan, ketika turun surat Al-imran ayat
85, berkatalah kaum yahudi: “sebenarnya kami ini muslimin. “bersabdalah Nabi
Muhammad SAW. Kepada mereka: “Allah telah mewajibkan atas kaum muslimin naik
haji ke Baitullah.” Mereka berkata: “(ibadah haji) tidak diwajibkan kepada
kami.” Mereka menolak menjalankan ibadah haji. Maka turunlah ayat tersebut
diatas (Q.S Al-Imron: 97) yang menegaskan kewajiban haji bagi seorang muslim,
sedang yang menolak melaksanakannya adalah kafir. Diriwayatkan oleh Sa’id bin
Manshur yang bersumber dari ‘Ikrimah.[8]
Dalam ayat tersebut Allah berfirman: Barang siapa memasukinya
(Baitullah) menjadi amanlah ia. Hal ini menunjukkan bahwa siapapun yang
berkunjung dan masuk ke ka’bah. Atau
masuk ke masjid di mana ka’bah itu berada, dia tidak boleh diganggu, karena
Allah menghendaki agar siapapun yang mengunjunginya dengan tulus, merasa tenang
dan tentram, terhindar dari rasa takut terhadap segala macam gangguan lahir dan
batin. Karena itu, manusia diperintahkan untuk mewujudkan kehendak Allah itu.
Para Ulama’ berbeda pendapat apakah pelaksanaannya harus pada tahun
terpenuhinya syarat-syarat sebagaimana pendapat imam Abu Hanifah dan sejulah
ulama lain atau dapat di tangguhkan ketahun-tahun berikut sebagaimana pendapat
imam Syafi’i, Malik dan mayorits ulama’. Kewajiban ditetapkan Allah jauh
sebelum Nabi melaksanakan haji wada’. Menurut sementara ulama haji diwajibkan
pada tahun ke-3 hijrah, atau tahun ke-5 ada juga yang berpendapat tahun ke-9,
sedang nabi melaksanakan haji beberapa bulan sebelum wafat pada tahun 11
Hijrah. Memang sebelum adanya kewjiban ini (ketika Rasul di Mekkah) beliau
pernah dua kali melaksanakan haji, akan tetapi bukan berdasarkan perintah Allah
yang tegas mewajibannya, tetapi mengikutui ajaran Nabi Ibrahim as. dan
sebagai pendekatan diri kepada Allah.
BAB
III
IBADAH
HAJI
A.
Pengertian Haji
Haji secara bahasa dan fiqih diartikan menyengaja
sesuatu. Secara istilah haji diartikan sebagai pergi ke Baitullah dan
tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan serangkaian ibadah pada waktu yang
telah ditentukan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.[9]
Tempat-tempat tertentu yang dimaksud adalah ka’bah, mas’a (tempat sa’i),
arafah, muzdalifah dan mina. adapun waktu yang ditentukan untuk ibadah haji itu
dimulai dari bulan syawal sampai sepuluh hari bulan dzulhijjah. Sedangkan
ketentuan dalam haji itu dengan berpakaian ihram untuk melakukan thawaf, sa’i
wukuf di padang arafah, mabit di muzdalifah, bermalam di Mina, melontar tiga
jumrah dan thawaf ifadah dengan niat ikhlas karena Allah.
B.
Rukun Haji
Rukun haji adalah kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam
ibadah haji. Jika salah satu tidak dilaksanakan maka hajinya hukumnya batal
atau tidak sah. Adapun rukun-rukun haji antara lain:
1.
Ihram
Ihram
adalah berniat mulai melaksanakan ibadah haji atau umrah serta sudah memakai
pakaian ihram.[10]
Ibadah haji harus diawali dengan ihram. Jika jamaah haji dengan sengaja
melewati miqat tanpa berihram, maka harus kembali untuk berihram di
salah satu miqat. Apabila jamaah haji telah berihram, maka berlakulah
semua larangan ihram sampai tahallul(memotong rambut).
Adapun
larangan-larangan ihram antara lain:
a.
Memotong rambut kepala dan kuku dengan sengaja.
b.
Memakai wangi-wangian baik untuk badan maupun untuk
pakaian, kecuali yang sudah dikenakan sebelum ihram
c.
Rafats(berkata
kotor, keji, cabul, bercumbu dengan mesra atau berhubungan badan dengan
suami/istri)
d.
Fasiq(melanggar
larangan Allah)
e.
Jidal(berbantah-bantahan
secara emosional dan tak bermanfaat)
f.
Mengganggu binatang buruan, membunuh binatang binatang
liar di tanah haram, kecuali binatang yang berbahaya.
g.
Memotong atau merusak tanaman di tanah haram
h.
Mengambil barang temuan kecuali untuk diserahkan
i.
Meminang, menikah atau melaksanakan akad nikah, baik
untuk dirinya maupun orang lain.[11]
Larangan-larangan
tersebut adalah umum, yaitu untuk laki-laki dan perempuan, sedangkan ada
larangan ihram yang hanya dikhususkan untuk laki-laki saja atau perempuan saja,
yaitu:
a.
Hal-hal yang dilarang bagi laki-laki sewaktu ihram yaitu
memakai pakaian yang berjahid, baik yang jahitan biasa atau yang bersulam atau
yang diikatkan kedua ujungnya.[12]
Yang diperbolehkkan adalah memakai kain panjang, kain basahan atau handuk. Boleh
juga memakai kain yang dilarang tersebut dalam keadaan mendesak, tetapi wajib
membayar denda(dam). Larangan yang kedua yaitu menutup kepala, kecuali karena
ada keperluan, maka diperbolehkan, tetapi dikenakan denda(dam).
b.
Hal-hal yang dilarang bagi permpuan sewaktu ihram yaitu
menutup muka dan dua telapak tangan. Jika dalam keadaan mendesak, maka
diperbolehkan, tetapi wajib membayar fidyah.
2.
Wukuf di Arafah
Wukuf adalah berada di padang Arafah pada tanggal 9
Dzulhijjah sejak tergelincirnya matahari sampai terbenamnya matahari. Caranya
adalah jamaah haji menentukan imam sebelum berangkat ke Arafah, kemudian
berangkat bersama-sama dan harus sampai di Arafah sebelum waktu dzuhur. Setelah
itu adzan, khutbah dan jamaah salat dzuhur dan asar dengan jama’ taqdim
qasar. Jika waktu tersebut jamaah tidak wukuf, maka hajinya tidak sah.
Wukuf merupakan bentuk pengasingan diri atau semacam
peringatan bagaimana kelak manusia dikumpulkan di padang mahsyar. Wukuf di
Arafah merupakan gambaran kecil sebagai suatu pembelajaran bahwa kelak di
padang mahsyar manusia akan dikumpulkan di suatu tempat yang sangat panas oleh
terik matahari. Wukuf di Arafah merupakan saat yang tepat untuk merenungi
segala yang pernah dilakukan, mawas diri, menyesali dan bertaubat atas dosa
yang pernah dilakukan serta memikirkan hidup ke depan untuk diisi dengan
kebaikan-kebaikan dan bertakwa kepada Allah. Selama wukuf dianjurkan untuk
memperbanyak dzikir, mengucap tahmid, tasbih, tahlil dan istighfar, berdoa yang
banyak dengan ikhlas dan khhusyu’ dengan harapan akan dikabulkan Allah SWT.
3.
Tawaf ifadhah
Tawaf(mengelilingi ka’bah) wajib dilaksakan oleh semua
orang yang melaksanakan haji dan umrah. Tawaf dilakukan berlawanan dengan arah
jarum jam, yaitu dari kanan ke kiri yang diawali dari hajar aswad dan diakhiri
di hajar aswad pula. Para ulama’ telah sepakat bahwa tawaf dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
a.
Tawaf qudum, merupakan tawaf yang dilakukan oleh jamaah haji yang baru tiba di Makkah
b.
Tawaf ifadah, yaitu tawaf yang dilakukan setelah melempar jumrah aqabah pada hari raya
kurban dan hari tasyri’. Tawaf ini adalah tawaf yang wajib dilaksanakan pada
waktu haji. Jika tawaf ini ditinggalkan maka hajinya batal.
c.
Tawaf wada’ adalah tawaf perpisahan bagi jamaah yang akan meninggalkan Makkah.
Syarat-syarat sah dalam melakukan tawaf antara lain:
a.
Niat sesuai dengan tawaf yang akan dilakukan
b.
Sebisa mungkin menutup aurat
c.
Suci dari hadas besar dan hadas kecil
d.
Dilakukan tujuh kali putaraan dengan sempurna dan yakin.
e.
Dimulai dan diakhiri di hajar aswad
f.
Posisi ka’bah harus berada di kiri orang yang tawaf
g.
Dilaksanakan di Masjidil Haram.
4.
Sa’i antara Shafa dan Marwa
Sa’i adalah berlari-lari kecil antara bukit shafa dan
bukit marwa sebanyak tujuh kali. Dari shafa ke marwa dihitung satu kali. Waktu
pelaksanaannya setelah tawaf. Syarat sah sa’i yaitu:
a.
Dilakukan tujuh kali putaran dengan sempurna dan yakin
b.
Dilakukan setelah tawaf ifadah atau tawaf qudum
c.
Dimulai dari shafa dalam bilangan ganjil dan dari marwa
dalam bilangan genap
d.
Melakukan secara sempurna jarak shafa-marwa dan marwa-shafa
e.
Dilakukan di tempat sa’i
5.
Tahallul (memotong rambut)
Tahallul adalah meotong atau mencukur rambut minimal tiga
helai. Bagi yang melaksanakan haji, tahallul dilaksanakan setelah melempar
jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah. Tahallul ini juga disebut tahallul
awwal. Larangan-larangan ihram kembali diperbolehkan kecuali bersenggama.
Tahallul tasani dilakukan setelah tawaf ifadah dan sa’i. Bagi yang melakukan
ibadah umrah tahallul dilaksanakan sesudah sa’i, tepatnya di bukit marwa pada
putaran ketujuh.
6.
Tertib
Yang dimaksud dengan tertib adalah menertibkan
rukun-rukun haji yang telah dibahas, mulai dari niat, wukuf di Arafah, tawwaf
ifadah, sa’i antara shafa dan marwa kemudian tahallul.
C.
Wajib Haji
Wajib haji adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam
ibadah haji. Jika tidak, hajinya tetap sah, tetapi harus membayar dam
atau denda. Wajib haji antara lain:
a.
Berihram pada miqat zamani dan makani yang telah
ditentukan
Miqat
secara harfiah berarti batas, yaitu batas boleh atau tidak dan batas memulai
atau berhenti. Dalam hal ini yang dimaksud dengan miqat adalah batas jamaah
haji memulai berihram dan batas waktu pelaksanaan haji. Miqat dibagi menjadi
dua, yaitu miqat makani dan miqat zamani. Miqat zamani yaitu batas waktu
dilaksanaknnya haji yaitu mulai bulan syawal sampai sepuluh hari pertama di
bulan Dzulhijjah. Sedangkan miqat makani yaitu batas-batas tempat
diperbolehkannya berniat untuk berihram. Batas tempat yang ditentukan untuk
berihram yaitu:
a)
Makkah ialah miqat orang yang berada di Makkah
b)
Dzulhulaifah adalah miqat orang yang datang dari arah
Madinah dan negara-negara yang sejajar dengan Madinah
c)
Juhfah adalah miqat orang-orang yang datang dari Syam,
Mesir dan Maghribi serta negar-negara yang sejajar dengan negara tersebut
d)
Yalamlam merupakan miqat jamaah dari Yaman, India,
Indonesia dan negera-negara yang sejajar dengan negara tersebut. Yalamlam
merupakan nama bukit dari beberapa nama bukit Thuhamah.
e)
Qarnul manazil merupakan miqat orang-orang yang datang
dari arah Najd al Yaman dan Najd Al Hijaz serta orang-orang yang datang dari
negara-negara yang sejajar dengan itu
f)
Zati’irqin ialah miqat jamaah haji yang berasal dari Irak
dan negeri-negeri yang sejajar dengan itu.
b.
Mabit di Muzdalifah setelah wukuf di Arafah dilakukan
pada tanggal 10 Dzulhijjah. Dimulai pada tengah malam wukuf di Arafah. Mabit di
Muzdalifah ini adalah sebagai persiapan melempar jumrah keesokan harinya. Yang
dilakukan jamaah haji di sini adalah sholat maghrib dan isya’ di jamak-qashar,
berdzikir dan mengambil tujuh kerikil untuk digunakan melempar jumrah aqabah.
49 kerikil untuk nafar awal atau 70 kerikil untuk nafar tsani. Sebenarnya boleh
mengambil kerikil di Mina, tetapi disunnahkan mengambil di Muzdalifah.
c.
Melontar jumrah hukumnya wajib. Jika tidak dilakukan maka
wajib diganti dengan dam atau/fidyah. Dam yang dimaksud adalah
menyembelih seekor kambing, jika tidak mampu, maka dengan membayar fidyah atau
puasa selama sepuluh hari. Tiga hari ketika haji dan tujuh hari ketika selesaai
haji. Waktu melempar jumrah adalah sebagai berikut:
a)
Tanggal 10 Dzulhijjah melempar jumrah aqabah dengan tujuh
kerikil
b)
Pada hari-hari tasyrik, 11, 12, 13 Dzulhijjah melontar
ketiga jumrah. Dimulai dengan jumrah ula sebanyak tujuh kerikil, kemudian
jumrah wustha dengan tujuh kerikil dan jumrah aqabah dengan tujuh kerikil juga.
c)
Bagi jama’ah yang memilih nafar awal hany melempar jumrah
pada 11 dan 12 Dzulhijjah saja, sedangkan nafar tsani melempar jumrah pada
tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah
d)
Apabila ada jamaah yang sakit maka boleh diwakili
melempar jumrah. Tetapi hendaknya yang mewakili melempar jumrah untuk dirinya
terlebih dahulu sebelum melontar untuk orang lain.
Syarat
melontar jumrah adalah:
a)
Melontarkan dengan tujuh batu atau kerikil satu per satu
b)
Menertibkan ketiga jumrah yaitu jumrah ula, wusta dan
aqabah
c)
Alat untuk melontar adalah batu kerikil.
d.
Mabit di Mina pada malam hari-hari tasyrik menurut
kesepakatan para ulama’ hukumnya adalah wajib. Bagi yang jamaah haji yang
mengambil nafar awal maka mabit pada 11 dan 12 dzulhijjah, sedangkan yang
mengambil nafar tsani mabit pada 11, 12, 13 dzulhijjah. Selama mabit di Mina
jamaaah haji melempar ketiga jumrah, yaitu jumrah ula, wustha dan aqabah.
e.
Menjauhi segala hal yang dilarang pada waktu ihram
f.
Tawaf wada’ yaitu tawaf yang dilakukan saat akan
meninggalkan Makkah.
D.
Syarat Haji
Dalam melakukan ibadah haji ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh orang yang haji agar hajinya sah. Syarat-syarat sah haji
antara lain:
a.
Islam, orang yang tidak islam maka hajinya tidak sah.
b.
Berakal, tidak sah haji orang yang tidak berakal, seperti
orang gila.
c.
Baligh (tamyiz)
d.
Ihram dari Miqat makani, seseorang yang haji tanpa ihram
pada miqat makani, maka hajinya tidak sah
e.
Memenuhi seluruh rukun haji, jika rukun haji tidak
terpenuhi maka hajinya tidak sah
Sedangkan
syarat-syarat wajib haji adalah:
a.
Beragama islam, tidak wajib dan tidak sah haji seseorang
yang kafir
b.
Berakal, tidak wajib berhaji bagi orang gila dan orang
yang bodoh
c.
Baligh, yaitu mulai usia 15 tahun, atau dengan tanda-tanda
lain, jadi tidak wajib haji atas anak-anak
d.
Mampu secara material dan immaterial, sehingga tidak
wajib haji bagi orang yang tidak mampu, miskin dan sakit.
E.
Sunnah Haji
Dalam ilmu fiqih yang dimaksud sunnah adalah mengerjakan
sesuatu yang mendatangkan pahala dan jika meninggalkannya, maka tidak berdosa.
Sedangkan yang dimaksud sunnah haji adalah mengerjakan sesuatu yang bisa
mendatangkan pahala dari Allah dan jika ditinggalkan maka hajinya tetap sah.
Sunnah-sunnah haji antara lain:
a.
Mandi sunnah menjelang ihram
b.
Shalat sunnah ihram sebanyak dua rakaat
c.
Membaca talbiyah, shalawat dan doa. Adapun bacaan
talbiyah yaitu
لَبّيْكَ اللّهمَّ لَبَّيكُ , لبيك لا شريك لك لبيك , ان
الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك لبيك
d.
Mencium hajar aswad
e.
Shalat sunnah di Hijr Ismail
f.
Salat sunnah di Maqam Ibrahim
g.
Berdoa di Multazam
h.
Minum air zam-zam
i.
Membaca dzikir sewaktu thawaf
j.
Salat dua rakaat setelah tawaf
F.
Macam-Macam Haji
Ada tiga macam cara pelaksanaan ibadah haji yaitu:
a.
Haji Tamattu’
Haji tamattu’ adalah mengerjakan umrah terlebih dahulu di
bulan-bulan haji, kemudian memakai pakaian ihram lagi untuk melaksanakan
manasik haji. Jenis haji ini sering dan mudah dilakukan jamaah haji Indonesia.
Pada umumnya jamaah haji yang melakukan jenis haji ini terbagi menjadi dua.
Pertama jamaah yang menuju kota Madinah terlebih dahulu. Kelompok ini tidak
perlu memakai pakaian ihram di atas atau sebelum naik pesawat karena ketika
menuju Makkah, akan melewati miqat makani jamaah dari Madinah, yaitu Dzu Hulaifah.
Kelompok yang kedua yaitu jamaah yang langsung menuju
kota Makkah. Pakaian ihram dipakai di atas atau sebelum naik pesawat. Jika akan
sampai pada miqat makani, awak pesawat akan mengumumkan jamaah bahwa sebentar
lagi pesawat akan melewati miqat. Jamaah haji yang tergabung dalam kelompok ini
harus berpakaian ihram dan berniat umrah.
Tata
cara pelaksanaan haji tamattu’ adalah sebagai berikut:
a)
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, yaitu sehari sebelum wukuf di
Arafah, hal-hal yang harus dilakukan yaitu mandi, memakai wangi-wangian,
mengenakan pakaian ihram, salat sunnah dua rakaat, niat berihram untuk
melakukan haji dan berangkat ke Mina sambil membaca talbiyah menuju masjid Al
Khaif untuk melakukan shalat subuh, dluhur, asar, maghrib dan isya’ secara
berjamaah. Bermalam di Mina, kemudian melanjutkan perjalanan ke Arafah. Bagi
jamaah haji yang mengikuti rombongan ONH, setelah berihram langsung menuju ke
Arafah dan bermalam disana
b)
Tanggal 9 Dzulhijjah setelah salat subuh berjamaaah
kemudian berangkat ke Arafah bagi yang bermalam di Mina.jika telah sampai di
Arafah hendaklah menuju masjid namirah untuk melaksanakan salat dhuhur dan asat
jama’ qasar. Bagi yang bermalam di Arafah, sementara menunggu waktu wukuf,
sebaiknya memperbanyak berdzikir, membaca tasbih,, istighfar dan istirahat
secukupnya. Setelah mataharii condong ke barat, tibalah waktu wukuf. Pada waktu
wukuf perbanyak baca tahmid, tasbih, takbir, tahlil dan doa yang dikehendaki.
Setelah matahari terbenam, mengerjakan shalat maghrib dan salat isya, secara jama’
taqdim, kemudian meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah yang jaraknya lebih
kurang 9 km seraya mengucapkan talbiyah dan berdoa. Setelah sampai di
Muzdalifah yaitu pada malam 10 Dzulhijjah bermalam sampai subuh atau berhenti
sampai tengah malam. Setelah itu mencari kerikil untuk melempar jumrah aqabah.
Setelah selesai baru melanjutkan perjalanan ke Mina.
c)
Pada tanggal 10 Dzulhijjah jika telah sampai di Mina maka
yang dilakukan adalah melempar jumrah aqabah dengan tujuh kali lemparan batu
kerikil(batu kecil) dengan cara menghadap ke arah jumrah dengan menmpetkan diri
di kanan ka’bah, kemudian melempar jumrah dengan kerikil satu per satu sampai
tujuh kalii dengan mengucap
الله اكبر. اَللُّهُمَّ اجْعَلْهُ حَجّا مَبْرُوْرًا
وَ ذَنْبًا مَغْفُوْرًا
Allah maha besar. Ya Allah jadikanlah haji yang diterima
dan dosa yang diampuni.
Setelah
melempar jumrah aqabah, maka menyembelih kambing sebagai dam atau denda
karena telah melakukan haji tamattu’. Setelah semuanya selesai kemudian
tahallul atau memotong rambut. Tahallul ini adalah tahallul awal, selanjutnya
boleh memakai pakaian biasa dan segala sesuatu yang dilarang ketika ihram
sekarang boleh dilakukan kecuali bersetubuh antara suami istri.
d)
Kemudian berangkat ke Makkah untuk mengerjakan tawaf
ifadah, selesai thawaf kemudian salat subuh dua rakaat di belakang makam
ibrahim atau tempat lain di dalam masjidil haram. Apabila setelah selesai tawaf
ifadah kemudian sa’i berarti tahallul tsani telah dilakukan, sehingga
bersenggama dengan suami/istri boleh dilkukan. Tawaf ifadah boleh dilakukan
sampai melewati hari-hari Mina, yaitu setelah melempar jumrah pada tanggal
11-12 atau 11, 12, 13 Dzulhijjah.
e)
Setelah thawaf ifadah dengan sa’i kembali lagi ke Mina
dan bermalam disan pada hari tasyrik dan boleh bermalam hanya dua malam saja.
f)
Selama di Mina setelah matahari tergelincir saatnya
melempar ketiga jumrah, mulai jumrah ula, wustha, kemudian jumrah aqabah. Jika
menetap hanya dua hari, maka hendaklah meninggalkan Mina sebelum matahari
terbenam di hari kedua. Jika setelah matahri terbenam masih berada di batas
Mina, maka harus bermalam lagi dan keesokan melempar jumrah lagi.
g)
Meninggalkan Makkah. Ketika jamaah haji ingin langsung
pulang ke tanah air atau melanjutkan perjalanan ke Madinah setelah semua ibadah
haji selesai maka sebelumnnya melakukan tawaf wada’ dulu.
b.
Haji Ifrad
Salah satu cara melaksanakan ibadah haji adalah haji
ifrad. Haji ifrad adalah berihram dari miqat dengan niat hanya untuk melakukan
ibadah haji saj. Dengan kata lain, haji ifrad merupakan mengerjakan ibadah haji
dahulu baru umrah. Pelaksana haji ifrad tidak dikenakan dam atau denda. Adapun
tata cara melakukan haji ifrad adalah sebagai berikut:
a)
Apabila telah sampai di miqat yang perlu dilakukan adalah
mandi, memakai wangi-wangian, mengenakan pakaian ihram, salat sunnah dua
rakaat, berniat ihram untuk melakukan ibadah haji dan memperbanyak membaca
talbiyah. Lafal talbiyah yaitu
لَبّيْكَ اللّهمَّ لَبَّيكُ , لبيك لا شريك لك لبيك , ان
الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك لبيك
b)
Sampai di Makkah kemudian masuk ke dalam Masjidil Haram
dari pintu mana saja. Ketika melihat ka’bah membaca
الَّلهُمَّ زِدْ هَذَا الْبَيْـتَ تَشْرِيْفًا وَ
تَعْظِيْمًا وَ تَكْرِيْمًا وَ مَهَابَةً
وَ زَدْ مَنْ شَرَّفَهُ وَ كَرَّمَهُ مِمَّنْ حَجَّهُ وَاعْتَمَرَهُ
تَشْرِيْفًا وَ تَعْظَيْمًا وَ تَكْرِيْمًا وَ بِرًّا
Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, kehormatan, kegungan
dan kehebatan pada bait ini. Dan tambahkanlah pula pada orang-orang yang
memuliakan, menghormati dan mengagungkan diantara mereka yang berhaji atau
berumrah padanya dengan kemuliaan, kehormatan kebesaran dan kebaikan.
Kemudian
tawaf qudum, yaitu berputar mengelilingi ka’bah 7 kali putaran dengan posisi
badan di kanan ka’bah, dimulai dari garis lurus coklat di muka hajar aswad
c)
Selesai tawaf, salat sunnah 2 rakaat di belakang makam
Nabi Ibrahim atau di tempat lain di Masjidil Haram. Rakaat pertama membaca
alFatihah dan alKafirun sedang rakaat kedua membaca alIkhlas
d)
Selesai salat menghampiri hajar aswad, mengecup, mengusap
atau memberi isyarat dengan tangan sambil bertakbir lalu mengecup tangan kita
sendiri
e)
Sa’i antara shafa dan marwa
f)
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, yaitu sehari sebelum wukuf di
Arafah, hal-hal yang harus dilakukan berangkat ke Mina sambil membaca talbiyah
menuju masjid Al Khaif untuk melakukan shalat subuh, dluhur, asar, maghrib dan
isya’ secara berjamaah. Bermalam di Mina, kemudian melanjutkan perjalanan ke
Arafah. Bagi jamaah haji yang mengikuti rombongan ONH, setelah berihram
langsung menuju ke Arafah dan bermalam disana
g)
Tanggal 9 Dzulhijjah setelah salat subuh berjamaaah
kemudian berangkat ke Arafah bagi yang bermalam di Mina.jika telah sampai di
Arafah hendaklah menuju masjid namirah untuk melaksanakan salat dhuhur dan asat
jama’ qasar. Bagi yang bermalam di Arafah, sementara menunggu waktu wukuf,
sebaiknya memperbanyak berdzikir, membaca tasbih,, istighfar dan istirahat
secukupnya. Setelah mataharii condong ke barat, tibalah waktu wukuf. Pada waktu
wukuf perbanyak baca tahmid, tasbih, takbir, tahlil dan doa yang dikehendaki.
Setelah matahari terbenam, mengerjakan shalat maghrib dan salat isya, secara
jama’ taqdim, kemudian meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah yang jaraknya
lebih kurang 9 km seraya mengucapkan talbiyah dan berdoa. Setelah sampai di
Muzdalifah yaitu pada malam 10 Dzulhijjah bermalam sampai subuh atau berhenti
sampai tengah malam. Setelah itu mencari kerikil untuk melempar jumrah aqabah.
Setelah selesai baru melanjutkan perjalanan ke Mina.
h)
Pada tanggal 10 Dzulhijjah jika telah sampai di Mina maka
yang dilakukan adalah melempar jumrah aqabah dengan tujuh kali lemparan batu
kerikil(batu kecil) dengan cara menghadap ke arah jumrah dengan menmpetkan diri
di kanan ka’bah, kemudian melempar jumrah dengan kerikil satu per satu sampai
tujuh kalii dengan mengucap:
الله اكبر. اَللُّهُمَّ اجْعَلْهُ حَجّا مَبْرُوْرًا
وَ ذَنْبًا مَغْفُوْرًا
Allah maha besar. Ya Allah jadikanlah haji yang diterima
dan dosa yang diampuni.
Setelah
melempar jumrah aqabah, maka bercukur atau memendekkan rambut kepala. Tahallul
ini adalah tahallul awal, selanjutnya boleh memakai pakaian biasa dan segala
sesuatu yang dilarang ketika ihram sekarang boleh dilakukan kecuali bersetubuh
antara suami istri.
Kemudian
berangkat ke Makkah untuk mengerjakan tawaf ifadah, selesai thawaf kemudian
salat subuh dua rakaat di belakang makam ibrahim atau tempat lain di dalam
masjidil haram. Apabila setelah selesai tawaf ifadah kemudian sa’i berarti
tahallul tsani telah dilakukan, sehingga bersenggama dengan suami/istri boleh
dilkukan. Tawaf ifadah boleh dilakukan sampai melewati hari-hari Mina, yaitu
setelah melempar jumrah pada tanggal 11-12 atau 11, 12, 13 Dzulhijjah.
i)
Tanggal 11-12 Dzulhijjah setelah matahari tergelincir,
sore hari atau malam hari melempar tiga jumrah, mulai dari jumrah ula, wustha
kemudian jumrah aqabah
j)
Pada tanggal 13 Dzulhijjah bagi yang ingin menyempurnakan
tiga hari, setelah matahari tergelincir, sore hari atau malam hari melempar
ketiga jumrah lagi. Setelah semua dilaksanakan maka haji dianggap selesai
k)
Setelah selesai haji baru mengerjakan umrah dengan miqat
dari Tan’im atau Ji’rannah.
l)
Apabila hendak kembali ke tanah air atau melanjutkan
perjalanan ke Madinah, maka harus melakukan tawaf wada’ terlebih dahulu
c.
Haji Qiran
Yang dinamakan dengan haji qiran adalah melaksanakan haji
dan umrah dengan satu kali ihram, yaitu sejak mulai melekatkan pakaian ihram di
Miqat, sudah diniatkan mengerjakan haji dan umrah sekaligus.[13]
Jamaah haji yang melakukan haji qiran wajib memotong hewan kurban sebagai dam
atau denda, karena melaksanakan haji dan umrah sekaligus. Tatacara melaksanakan
haji qiran yaitu
a)
Apabila telah sampai di miqat yang perlu dilakukan adalah
mandi, memakai wangi-wangian, mengenakan pakaian ihram, salat sunnah dua rakaat,
berniat ihram untuk melakukan ibadah haji dan memperbanyak membaca talbiyah.
Lafal talbiyah yaitu
لَبّيْكَ اللّهمَّ لَبَّيكُ , لبيك لا شريك لك لبيك , ان
الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك لبيك
b)
Sampai di Makkah kemudian masuk ke dalam Masjidil Haram
dari pintu mana saja. Ketika melihat ka’bah membaca
اَلَّلهُمَّ زِدْ
هَذَا الْبَيْـتَ تَشْرِيْفًا وَ تَعْظِيْمًا وَ تَكْرِيْمًا وَ مَهَابَةً وَ زَدْ مَنْ شَرَّفَهُ وَ كَرَّمَهُ مِمَّنْ
حَجَّهُ وَاعْتَمَرَهُ تَشْرِيْفًا وَ تَعْظَيْمًا وَ تَكْرِيْمًا وَ بِرًّا
Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, kehormatan, kegungan
dan kehebatan pada bait ini. Dan tambahkanlah pula pada orang-orang yang
memuliakan, menghormati dan mengagungkan diantara mereka yang berhaji atau
berumrah padanya dengan kemuliaan, kehormatan kebesaran dan kebaikan.
Kemudian tawaf qudum, yaitu berputar mengelilingi ka’bah
7 kali putaran dengan posisi badan di kanan ka’bah, dimulai dari garis lurus
coklat di muka hajar aswad
c)
Selesai tawaf, salat sunnah 2 rakaat di belakang makam
Nabi Ibrahim atau di tempat lain di Masjidil Haram. Rakaat pertama membaca
alFatihah dan alKafirun sedang rakaat kedua membaca alIkhlas
d)
Selesai salat menghampiri hajar aswad, mengecup, mengusap
atau memberi isyarat dengan tangan sambil bertakbir lalu mengecup tangan kita
sendiri
e)
Sa’i antar bukit shafa dan marwa
f)
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, yaitu sehari sebelum wukuf di
Arafah, hal-hal yang harus dilakukan yaitu berangkat ke Mina sambil membaca
talbiyah menuju masjid Al Khaif untuk melakukan shalat subuh, dluhur, asar,
maghrib dan isya’ secara berjamaah. Bermalam di Mina, kemudian melanjutkan
perjalanan ke Arafah. Bagi jamaah haji yang mengikuti rombongan ONH, setelah
berihram langsung menuju ke Arafah dan bermalam disana
g)
Tanggal 9 Dzulhijjah setelah salat subuh berjamaaah
kemudian berangkat ke Arafah bagi yang bermalam di Mina.jika telah sampai di
Arafah hendaklah menuju masjid namirah untuk melaksanakan salat dhuhur dan asat
jama’ qasar. Bagi yang bermalam di Arafah, sementara menunggu waktu wukuf,
sebaiknya memperbanyak berdzikir, membaca tasbih,, istighfar dan istirahat
secukupnya. Setelah mataharii condong ke barat, tibalah waktu wukuf. Pada waktu
wukuf perbanyak baca tahmid, tasbih, takbir, tahlil dan doa yang dikehendaki.
Setelah matahari terbenam, mengerjakan shalat maghrib dan salat isya, secara
jama’ taqdim, kemudian meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah yang jaraknya
lebih kurang 9 km seraya mengucapkan talbiyah dan berdoa. Setelah sampai di
Muzdalifah yaitu pada malam 10 Dzulhijjah bermalam sampai subuh atau berhenti
sampai tengah malam. Setelah itu mencari kerikil untuk melempar jumrah aqabah.
Setelah selesai baru melanjutkan perjalanan ke Mina.
h)
Pada tanggal 10 Dzulhijjah jika telah sampai di Mina maka
yang dilakukan adalah melempar jumrah aqabah dengan tujuh kali lemparan batu
kerikil(batu kecil) dengan cara menghadap ke arah jumrah dengan menmpetkan diri
di kanan ka’bah, kemudian melempar jumrah dengan kerikil satu per satu sampai
tujuh kalii dengan mengucap
الله اكبر. اَللُّهُمَّ اجْعَلْهُ حَجّا مَبْرُوْرًا
وَ ذَنْبًا مَغْفُوْرًا
Allah maha besar. Ya Allah jadikanlah haji yang diterima
dan dosa yang diampuni.
Setelah melempar jumrah aqabah, maka bercukur atau
memendekkan rambut kepala. Tahallul ini adalah tahallul awal, selanjutnya boleh
memakai pakaian biasa dan segala sesuatu yang dilarang ketika ihram sekarang
boleh dilakukan kecuali bersetubuh antara suami istri.
Kemudian berangkat ke Makkah untuk mengerjakan tawaf
ifadah, selesai thawaf kemudian salat subuh dua rakaat di belakang makam
ibrahim atau tempat lain di dalam masjidil haram. Apabila setelah selesai tawaf
ifadah kemudian sa’i berarti tahallul tsani telah dilakukan, sehingga
bersenggama dengan suami/istri boleh dilkukan. Tawaf ifadah boleh dilakukan
sampai melewati hari-hari Mina, yaitu setelah melempar jumrah pada tanggal
11-12 atau 11, 12, 13 Dzulhijjah.
i)
Jika meninggalkan Makkah untuk pulang ke tanah air atau
melanjutkan perjalanan ke Madinah, maka melakukan tawaf ifadah terlebih dahulu.
BAB
IV
HIKMAH
IBADAH HAJI
A.
Haji dan Manfaatnya
وَأَذِّنْ
فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ
كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ
الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi
mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan
atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara lagi fakir
Ayat ini dalam tafsir al-misbah ditafsirkan bentuk perintah Allah kepada
nabi Ibrahim untuk menyeru kepada manusia untuk mengerjakan ibadah haji, yaitu
berkunjung ke bait al-haram dan sekitarnya untuk ibadah tertentu dan pada waktu
tertentu pula. Seruan itu akan dipenuhi oleh manusia, sehingga mereka akan
datang menyambut panggilan nabi Ismail dengan berjalan kaki dan menaiki unta
yang menjadi kurus karena jauhnnya jarak yang ditempuh.[14]
Ayat ini menunjukan bahwa manusia akan datang ke kota makkah dan sekitarnya untuk
mengerjakan ibadah haji. Mereka datang dengan berbagai cara. Jika dianalogikan
di zaman sekarang mereka datang menggunakan berbagai kendaran baik darat
ataupun udara. Untuk memenuhi panggilan Allah yang disampaikan melalui nabi
Ibrahim. [15]
Ayat diatas juga menyatakan bahwa ibadah haji memilki banyak manfaat.
Selama ini ibadah haji hanya di nilai memilki manfaat secara ukhrawi saja. Padahal tidak demikian baik secara duniawi
maupun ukhrawi ibadah haji memiliki manfaat yang besar. Memang ada pendapat
yang menyatakan bahwa maksut kata manafi’aa adalah ampunan dari Allah, pendapat
ini menurut said bin musayyab dan Muhammad bin ali baqir. Tetapi ada pendapat
lain yang dikemukakan oleh mujahid, bahwa maksud kata manafi’ adalah berdagang
dan segala urusan dunia yang di ridhai oleh Allah.[16]
Manfaat duniawi yang dimaksud di sini berkaitan dengan banyak aspek, tetapi pada
akhirnya mengantar umat manusia meraih kemajuan dan kemaslahat bersama. Apa lagi Allah tidak melarang melakukan
kegiatan ekonomi pada musim haji.[17]
a.
Manfaat Duniawi
a) Dalam Bidang Ekonomi
Ibadah haji dari
segi ekonomi memberikan kesempatan bagi kaum muslimin untuk mengembangkan usaha
dan meningkatkan hubungnan ekonomi
antarar sesamanya dalam forum yang lebih luas, forum internasional.
Pada awalanya
melakukan transkasi ekonomi pada musim haji oleh sebagian kaum muslimin kala
itu dianggap tabu. Mereka secara totalitas meningglakan kegiatan jual beli
ketika melakukan ibadah haji. Hal ini
dilakukan karena mereka takut mengganggu ibadah mereka kepada Allah. Namun
Allah maha bijaksana, membolehkan kaum muslimin melakukan kegiatan yang
menguntungkan secara ekonomi selama tidak mennggangu ibadah haji mereka.
Imam bukhari
meriwayatkan dari ibnu abbas ia berkata: adalah ukaz, majannah dan zdul majaz
adalah pasar-pasar di jaman jahiliyah, tapi mereka merasa berdosa melakukan
jika melakukan traksaksi dagang. Lalu hal iti ditanyakan kepada rasul. Maka
turunlah ayat :
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا
فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ
Dalam
tafsir al manar disebutkan : dahulu sementara kaum musyrikin dan kaum muslimin merasa berdosa pada hari-hari
haji melakukan semua transaksi dagang, sehingga mereka menutup warung-warung
mereka. Lalu Allah memberi tahu kepada mereka bahwa mencari rizki Allah pada
musim haji tidak berdosa.
Terlepas
dari konteks tafsir dan daerah arab, ternyata ibadah haji juga mampu memberikan
manfaat secara ekonomi di Negara-negara lain. Hal ini dapat dilihat disaat
musim haji tiba. Berapa banyak KBIH dan agent trevel yang memberangkatkan calon
jamaah haji ke tanah makkah. Berapa
banyak keuntungan yang didapat dari jamaah haji dengan system pemberangkatan
yang ditetapkan saat ini. Hal ini tanpa
disadari telah memberikan keuntungan ekonomi yang luar biasa besarnya.
b) Meningkatkan Budaya
dan Mental
Ibadah haji dapat
menambah luasnya wawasan dan pengalaman seorang muslim, disamping mengantarkan
dirinya ke tengah dunia pergaulan yang lebih luas ketimbang lingkungannya
selama ini.
Dalam perjalanan haji, orang akan diuji
dengan berbagai kesulitan berpisah dengan keluarga dan kampung halaman, dan
mengorbankan segala kesenangan serta kegiatan-kegiatan rutin di tengah-tengah
keluarga. Dan amat bijaksana Allah, ia tidak menetapkan perjalanan haji ini ke
kota seperti Switzerland, atau Libanon atau lainnya, atau lainnya dari
kota-kota indah yang biasa ramai dikunjungi orang, untuk berlibur musim panas
atau musim dingin. Tapi, justru Allah menghendaki perjalanan haji ini ke lembah
yang gersang dan tanpa tanaman dan tetumbuhan, yang tidak bisa untuk berlibur
musim panas dan juga musim dingin. Yang demikian itu agar bisa menjadi medan
latihan bagi kaum muslimin untuk membiasakan
diri menanggung berbagai kesulitan dan penderitaan, sabar dan tabah
menghadapi tantangan sehingga mereka selalu siap menghadapi kenyataan hidup
sebagaimana yang dikehendaki Sunnatullah, bahwa hidup itu tidak sepi dari
harumnya bunga di balik tajamnya duri, duka nestapa disamping riang gembira,
susah dan senang silih berganti. Walhasil ibadah haji itu bukan puasa dalam hal
seorang muslim mempersiapkan diri untuk berijtihad.
Sungguh semakin
jelas hikmah ini bila dikaitkan dengan ketetapan Allah tentang bulan-bulan haji
yang didasarkan atas penanggalan tahun
Qomariyah, yaitu bulan Syawal, dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah. Bulan-bulan
tersebut sebagaiamana telah kita maklumi kadang-kadang datang musim panas yang
membakar dan kadang-kadang pula musim dingin yang menggigil. Semua itu agar
menjadi latihan bagi kaum muslimin, supaya tidak gentar menghadapi segala cuaca
dan tahan uji bila dilanda berbagai kesulitan.
c) Persatuan dan
Perdamaian
Dalam ibadah haji,
kita juga menjumpai nilai-nilai persatuan yang amat gamblang. Mereka para
hujjaj satu dalam persatuan, satu dalam penuanaian kewajiban, dan satu dalam
tujuan,satu dalam gerak amalan, dan satu pula dalam ucapan. Bukan karena
kedaerahan dan unsur-unsur keduniaan. Bukan pula karena fanatik kebangsaan,
keturunan atau tingkat kedudukan. Tapi hanya karena mereka semuanya orang
muslim, yang beriman kepada Tuhan yang satu Allah SWT, berthawaf di rumah yang
satu Bait Al-haram, berpedoman pada kitab yang satu Al-qur’an, berpanutan
kepada Rasul yang satu Muhammad SAW, dan menunaikan amalan-amalan yang satu
yaitu ibadah haji. Seluruh hal tersebut sudah melambangkan bahwa ibadah haji
dapat memberi nilai persatuan pada seluruh umat Islam.
Sementara itu, ibadah haji merupakan salah satu wahana
efektif bagi kaum muslimin dalam mewujudkan perdamaian. Karena perjalanan
ibadah haji merupakan perjalanan yang perdamaian, menuju ke tanah perdamaian
dan berada pada bulan-bulan perdamaian.adalah daerah terhormat, Baitul Haram
yang telah dijadikan oleh Allah sebagai suatu kawasan tempat tinggal yang penuh
keamanan,
Tanah tempat
peribadatan haji adalah daerah terhormat Baladul Haram, dan dirumah terhormat Baitul Haram, yang dijadikan Allah sebagai
suatu kawasan tempat tinggal yang penuh keamanan. Tempat ini merupakan satu
kawasan yang aman, dalam arti sepenuhnya lain daripada yang lain. Karena
keamanannya mencakup pula segenap burung, binatang buruan dan aneka ragam
tanaman yang hidup dan tumbuh di tempat tersebut.
Sebagai jalan
menuju kedamaian, hal ini di buktikan dengan dilaksanakannya ibadah haji pada
bulan Dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah, yang termasuk bulan yang harus dihormati.
Bulan-bulan yang ditetapkan Allah sebagai saat perdamaian total, dilaran
menghunus pedang, haram mengalirkan darah orang, dan harus dihentikan semua
bentuk perang.
b.
Manfaat Ukhrawi
a) Pengaruh Pada Jiwa
dan Kehidupan
Tujuan pertama dari
peribadatan dalam islam adalah mengikuti printah-perintah Allah dan memenuhi
hak-hak-Nya, namun sementara itu kita tidak mengingkari bahwa dibalik
peribadatan-peribadatan tersebut terdapat pengaruh-pengaruh positif dan
manfaat-manfaat yang amat besar bagi kehidupan pribadi dan jamaah.
Haji adalah ibadah
yang paling banyak mengandung hal-hal yang bersifat ta’abbudi, yang tujuan dan
hikmahnya secara terperinci tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun demikian
kita dapat mengungkapkan pengaruh yang amat jelas dari ibadah haji ini dalam
kehidupan kaum muslimin, baik sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa. hal
ini sesuai dengan ayat yang disebut di atas.
b) Menyuburkan Rohani
Ibadah haji
menyuburkan kekuatan rohani, yang merupakan bekal amat penting bagi kehidupan
seorang muslim. Karena denga ibadah haji, hati semakin bergairah dalam mentaati
perintah-Nya dan semakin menyesal atas mendurhakai-Nya. Perasaan cinta kepada
Allah pun semakin mendalam, demikian pula terhadap Rasul-Nya, para pengikut dan
pendukungnya, dan terhadap semua orang yang bersedia mengikuti cahaya kebenaran
yag diajarkan olehnya. Dengan demikian perasaan ukhuwah terhadap sesama muslim
di mana saja berada akan tetap menyala, semangat membela dan mempertahankan
islam pun semakin membara.
Sesungguhnya tanah
suci yang penuh dengan penpinggalan sejarah perjuangan para nabi, ibadah haji
yang penuh dengan amalan yang memberi kesan yang kuat dalam pemikiran dan
budaya, semuanya itu akan memberi kesan yang kuat dalam lubuk hati setiap
muslim. Lalu kalau nanti kembali dari perjalanan hajinya, hatinya akan menjadi
amat suci, perilakunya amat terpuji, kehendaknya untuk berbuat baik semakin
tinggi, dan daya tahannya semakin kokoh dalam menghadapi segala rayuan yang
mengarah kepada perbuatan keji. Dan manakala seseorang telah menunaikan hajinya
dengan mabrur, hanya karena didorong mendambakan ridha Allah semata, maka jelas
pengaruhnya pun akan semakin yakin dan mantap, tidak perlu diragukan lagi, bagi
kehidupannya di masa-masa berikutnya. Demikianlah betapa peranan dan pengaruh
ibadah haji dalam menyuburkan jiwa dan menghaluskan perasaan, sehingga yang
bersangkutan seolah-olah tampil dalam wajah baru, wajah yang penuh keindahan
dan kesucian, bagaikan anak bayi yang baru dilahirkan. Dari sisi sinilah, kita
menjadi jelas menangkap apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW sebagai
berikut:
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ مِنْ
ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ )رواه
البخاري)
Barangsiapa menunaikan ibadah haji, tanpa dinodai
perkataan kotor dan perbuatan fasiq, maka ia akan kembali (suci,bersih) dari
dosa-dosanya, sebagaimana (keadaan) di hari ibunya melahirkannya.
B.
Hikmah Di Balik Kegiatan Ibadah Haji
a.
Miqat
Miqat merupakan
tempat bermulanya ibadah haji bagi jamaah haji, meliputi makna waktu dan
tempat. Miqat makany adalah suatu tempat
dimana jamaah haji akan mulai berikhram. Dan memasang niat hajinya. Sedang
miqat zamany merujuk kepada waktu
diperbolehkan melaksanakan ibadah haji yaitu antara bulan syawal samapi bulan
zulhijah.
Dari miqat ini
jamaah haji melafadzkan niat berhaji dan mulai menyahut panggilan berhaji
dengan cara mengmandangkan talbiyah. Yang artinya kami datang ya Allah memenuhi
seruanmu.
Miqat adalah ruang
dan waktu untuk memulai tugas yang suci. Titik ini merupakan awal baru untuk
memulai kegiatan yang baru dan penuh orentasi.
Pada titik ini pula terdapat pemisahan antara masa lalu dan masa depan.
Masa lalu yang tidak mempunyai cita-cita menuju masa depan dengan tugas dan
ideologi.
·
Hikmah
Ruang dan waktu
hanya akan bermakna bila ada manusia di dalamanya, jika tanpa itu, ruang dan
waktu tinggallah ruang dan waktu yang tidak memilki arti apa-apa. Sedangakan
manusia hanya akan bernilai dihadapan tuhan jika melakukan segala perintahanya
dan menjauhi larangannya serta melakukan amal-amal shaleh. Dengan demikian
ruang dan waktu memiliki hubungan erat dengan tindakan. Mengabaikan dan tidak
memperdulikan salah satunya akan berakibat kesengsaraan bagi hidupnya.
Secara singkat
miqat memberikan pelajaran bagi manusia, agar memiliki semangat dan komitmen
dalam setiap memulai segala sesuatu yang baik, entah itu menyangkut dunia
maupun ukhrawi. Sebagaiman berkomitmen untuk melaksanakan haji yang dimulai dari miqat.
b.
Wukuf
Hari tarwiyah 8
zulhijah adalah hari pengumuman, bahwa besok wukuf akan dimulai. Pengumuman ini disampaikan oleh amirul-hajj
sebagai wakil imam, kepala Negara. Pada masa pemerintahan Rasulullah, beliau
sendiri yang beliau sendiri yang melantiknya. Setelah beliau Khalifah yang
menunjuk Amirul hajj, gubernur hajj, panglima tinggi hajj yang bertindak atas
nnama pemerintah/Negara.
Setelah ada
pengumuman tersebut jamaah haji dapat melaukan persiapan, dari perbekalan,
makan, minum hingga transportasi. Mulai
dari hari ini dan beberapa hari mendatang para jamaah haji akan berada di luar
kota Makkah. Biasanya setelah shalat
asar jammaah haji secara beramai-ramai bergerak keluar keluar meninggalkan
ka’bah, Menuju padang arafah. Disini
terdapat dua pilihan bagi jamaah haji, langsung menuju ke arafah dan menunggu
sampai waktu wukuf disana atau bermalam di mina dan melanjutkan
perjalannya ke esok harinya.
Wukuf mengandung
arti berhenti, berdiam beberapa waktu, dimulai dari tergelincirnya matahari 9
zulhijjah hingga terbenamnya matahari dihari yang sama di padang arafah. Para
jamaah haji diperbolehkan meninggalkan padang arafah setelah matahari
benar-benar telah tenggelam.
Arafah adalah
padang tandus sebagai wadah pertemuan antara sesame muslim yang tidak
membedakan si kaya dan si miskin, cendikiawan atau mereka yang tidak pernah
mengenyam pendidikan sama sekali. Mereka
beradda dalam garis yang sama dihadapan Allah. Pembeda mereka hanyalah tingkat
ketaqwaannya.
Padang arafah
membawa kenangan akan peristiwa moyang pertama manusia, adam dan hawa.
Disitulah Allah mempertemukan mereka setelah berpisah dari surga. Bukit Rahmah
(Jabal Rahmah) menjadi saksi pertemuan manusia dimasa lalu, sekarang dan akan
datang.
·
Hikmah
Hari tarwiyah
merupakan hari seruan untuk berhijarah, keluar dari kota Makah ke dar al-hijrah
(Madinah). Wukuf dapat dimaknai bermulanya perjalanan hijrah, periode
berpisahnya antara bathil dan yang haq.
Hijrah juga
mengandung makna, lahirnya suatu masyarakat baru, dari masyarakat jahilliyah
menjadi masyarakat tauhid, yang berhukumkan berdasarkan hukum Allah. Masyarakat
yang semata-mata taat kepada Allah dan Rasul serta mematuhi Ulil ‘amri.
Dengan demikian
kesimpulan yang dapat ditarik dari keterngan di atas, wukuf di arafah mempunyai
hikmah sebagi persatuan bagi umat islam dan merupakan babakan awal terbentuknya
masyarakat tauhid serta terjalinnya ikatan saudara sesama muslim.
c.
Mabit, Muzdalifah
Setelah
melaksanakan wukuf, jamaah haji bersiap-siap menuju mina, kawasan tempat
berdiamnya tiga setan besar yang dimanifestasikan dengan bentuk tiga tonggak
yang menjulang tinggi. Itulah setan-setan yang yang akan menghalangi manusia
mencapai tujuan dan cita-citanya, merintangi orang-orang beriman mematuhi
perintah Tuhan nya dan menjauhi larangan Nya.
Untuk menghadapinya,
jamaah haji perlu melakukan persiapan sempuran baik secara fisik maupun secara
mental. Untuk keperluan tersebut, mereka diharuskan berhenti, yakni bermalam,
istirahat dimuzdalifah yang merupakan temapt dekat mina
Didalam kegelapan
mala mini pula para jamaah ahji mengumpulkan batukerikil sebagai alat melempar
jumrah aqabah pada esok harinya.
·
Hikmah
Mabit di muzdalifah
ini memberikan pelajaran kepada umat manusia, jika segala sesuatu yang akan
dilakukan harus melalui persiapan yang matang. Tidak boleh terburu-buru tanpa
perhitungan. Sehingga hasil dari usaha tersebut benar-benar memuaskan dan tidak
mengecewakan.
d.
Mina, Melontar Jumrah Dan Qurban
Setelah melakukan
mabit di muzdalifah, jamaah haji menuju ke mina untuk melakukan lontar
jumrah. Disinilah jamaah haji beramai-ramai melontar jumrah,
menggunakan kerikil yang telah dipersiapan ketika mabitz di muzdalifah.
Lontar jumrah ini
merupakan sunnah dari millah dari nabi Ibrahim dalam hal memerangi setan
sebagai musuh manusia yang merintangi tugas amanah Allah. Tersungkurnya musuh
ini ditandai dengan penyembelihan hewan kurban. Darah mengalir ke bumi sebagai
bentuk syukur dan kemenangan.
Selesai melakukan
segala rangkain ibadah di mina, jamaah haji biasanya bertahalul, melepas kain
ikhram dan menggantinya dengan pakaian
biasa. Dengan tahalul jamaah haji akan
terbebas dari beberapa larangan ikhram. Setelah melakukan tahalul jamaah haji, kembali
menuju ke Makkah. Hal ini sebagai upaya menunjukan rasa syukur dan kegembiraan
setelah dapat menyempurnakan perintah melontar dan kurban.
·
Hikmah
Mina dan kewajiban
melontar jumrah serta kurban mengingatkan akan marhalah jihad. Marahalah yang
diwajibkan Allah SWT untuk berperang, angkat senjata, mempertahankan akidah,
agama dan cita-cita.
e.
Thawaf ifadhah
Thawaf dikenal
sebagai peribadatan yang telah berlangsung sejak awal keberadaan manusia di
muka bumi. Tata cara thawaf ini menyerupai peribadatan yang dilakukan malaikat
di bait al-makmur. Disitulah para malaikat berthawaf, sujud, ruku’ bertasbih
dan tidak keluar selam-lamanya.
Dinamakan thawaf
ifadhah, karena jamaah haji yang datang berombangan (faudh) untuk melakukan
thawaf di bait Allah, setelah melontar jumrah, berkurban serta tahalul. Thawaf
ini juga dikenal dengan sebutan thawaf haji sebagai salah satu rukun ibadah
haji tersebut.
·
Hikmah
Thawaf merupakan
gerakan mengelilinngi ka’bah, hal ini mengisyarakat bahwa kehidupan itu selalu
berputar. Tidak ada kehidupan yang tetap, keadaan akan selalu berubah. Sehingga manusia harus
siap dan mampu mengahdapinya. Thawaf juga mengajarkan agar hidup selalu progres
tidak takut menghadapi masalah dan mampu mengatasinya.[18]
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Nabi Ibrahim nabi yang lahir di iraq, setelah itu Allah
memilihkan negara-negara yang harus di tempati beliau. Dan negara yang terakhir
dipilihkan Allah adalah Makkah. Beliau hidup disana bersama istri dan anaknya
ismail. Di makkah beliau dan anaknya membangun Ka’bah sebagai pusat umat Islam
sampai sekarang.
2.
Ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki rukun dan
syarat yang harus dilakukan oleh para hujjaj. Selain rukun dan syarat haji juga
memiliki sunnah haji yang dilakukan pada saat pelaksanaan haji. Dan haji dibagi
menjadi 3 macam: haji tamattu’, haji ifrad, dan haji qiran.
3.
Ibadah haji memiliki banyak manfaat, baik di dunia maupun
di akhirat. Diantara manfaat didunia: meningkatkan ekonomi, persatuan dan
memperkaya kebudayaan. Manfaat ukhrawi antara lain menyuburkan rohani.
DAFTAR
PUSTAKA
M’ali
As-Syabuni, Mukthtasar Tafsir Ibn Katsir, Darul Qur,an Al-karim. Bairut.
1981. 233
M. Ali As-Shobuni, Shofwat Tafasir, Pakistan: Dar
Al- Fikr, , 2001, 92
Maktabah Syamilah. Tafsir Samarqandy.
Maktabah Syamilah. Tafsir Zamakhsyari.
Maktabah Syamila. Tafsir
Baidhawi.
Maktabah Syamilah. Tafsir Al-baghawi.
Hamka. Tafsir Al Azhar. Juz II. Jakarta: pustaka
Panjimas. 2002.
Moh Quraish
Shihab. Tafsir Al-Misbah Vol:03, Jakarta: Pustaka Lentara hati, 2002
H.A.A. Dahlan. Asbabun Nuzul. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.
Abdurrahman
Rochimi. Segala Hal tentang Haji dan Umrah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
2012.
Thohir Luth. Syariat Islam tentang Haji dan Umrah
. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004
M.
Yudhie Haryono. Haji mistik;
sepertinya tiada haji mabrur di indonesia . Bekasi: Nalar. 2002
Yusuf Al-Qardawi. Ibadah Dalam Islam. Bina Ilmu: Surabaya. 2001
M. Rasuli Jamil. Manhaj
Bernegara Dalam Haji. Ciputat: Media Madania. 2011
[1]M’ali As-Syabuni, Mukthtasar Tafsir Ibn Katsir,
Darul Qur,an Al-karim. Bairut. 1981. 233
[2] M. Ali As-Shobuni, Shofwat Tafasir, Pakistan: Dar
Al- Fikr, , 2001, 92
[3] M. Rasuli Jamil, Manhaj
Bernegara Dalam Haji, Ciputat: Media Madania, , 2011 3-4
[4] Yusuf Al-Qardawi, Ibadah Dalam Islam, Bina Ilmu: Surabaya, 2001.
[5] Maktabah Syamilah, Tafsir Samarqandy
[6] Maktabah Syamilah, Zamakhsyari
[7] Maktabah Syamila, Tafsir
Baidhawi
[9] Abdurrahman Rochimi, Segala Hal tentang Haji dan
Umrah (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), 8.
[10] Thohir Luth, Syariat Islam tentang Haji dan Umrah
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 7.
[11] Thohir Luth, Syariat Islam tentang Haji dan Umrah
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 16.
[12] M. Yudhie Haryono. Haji mistik; sepertinya tiada haji
mabrur di indonesia (Bekasi: Nalar, 2002), 113.
[13] Hamka. Tafsir Al Azhar Juz II (Jakarta: pustaka
Panjimas, 2002), 171.
[14]Moh Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Vol:03,
(Jakarta: Pustaka Lentara hati, 2002)
[15] Ibid.,
[16]Maktabah Syamilah, Tafsir Al-baghawi
[17]Moh Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Vol:03,
(Jakarta: Pustaka Lentara hati, 2002)
[18]
M. Rasuli Jamil. Manhaj
Bernegara Dalam Haji. (Ciputat: Media Madania. 2011)