Senin, 13 Mei 2013

ISTIFHAM DALAM AL-QUR'AN




A.    Pengertian Istifham
Secara bahasa istifham berasal dari kata fahama yang berarti mengetahui sesuatu dengan hati, imam Sibawaihi menambahi yaitu sesuatu pengetahuan dengan hati dan akal.[1] Istifham juga berartiطلب الفهم , sedang secara istilah istifham adalah mencari tahu sesuatu yang belum diketahui sebelumnya dengan menggunakan salah satu dari adawat al-istifham.[2] Huruf-huruf istifham antara lain hamzah, ما، هل، من، اى، كيف dan lain sebagainya.[3]

B.     Pembagian Istifham
Istifham terkadang keluar dari makan hakikatnya sebagai thalbu al-fahmi. Makna-makna yang tercangkup dalam istifham yang keluar dari makna aslinya secara garis besar dibagi menjadi dua bagian:
1.      Istifham bi makna al-khabar
Istifham bi makna al-khabar ini terbagi menjadi dua, pertama istifham nafi atau biasa juga disebut dengnan istifhan al-inkar dan yang kedua istifham istbat atau bisa disebut dengan istifham taqrir. 
a.      Istifham al-nafi/ istifham al-inkar
Istifham ingkar, ini dibagi menjadi dua:
Pertama, memberitahukan kepada mukhatab bahwa orang yang dimaksud dalam pernyataan istifham tidak mungkin mampu melaksanakan pertanyaan itu karena berada diluar batas kemampuannya. Sebagaimana contoh firman Allah dala surat Az-Zukruf ayat 40:
أَفَأَنْتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ أَوْ تَهْدِي الْعُمْيَ
Maka apakah dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar ataukah kamu dapat memberi petunjuk bagi orang yang buta?
Ayat diatas mengisyaratkan tidak mungkin ada orang mampu membuat orang tuli bisa mendengar. [4]
Kedua, istifham inkar kadang bersama dengan takdzib (pembohongan). Sebagaimana firman Allah dalam surat An-naml ayat 60:
أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ
Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?
b.      Istifham taqrir/istbat
Istifham istbat ini terdapat beberapa macam, diantaranya:
Pertama, istifham yang murni sebagai penetap, seperti contoh firman Allah dalam surat al-Anbiya’ ayat 62:
أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا
Adakah kamu yang melakukan perbuatan ini?
Kedua, isbat atau ketetapan yang dibarengi dengan rasa membanggakan diri, seperti firman Allah yang menggambarkan perkataan Fir’aun dalam surat Az-Zukhruf ayat 51:
أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ
Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku?
Ketiga, istbat yang bersamaan dengan kecaman. Hal ini sebagaimana contoh firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 97:
أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً
Bukankah bumi Allah itu luas?
Maksudnya bumi Allah itu luas, kenapa tidak kalian beirmigrasi di belahan bumi yang lain??
Keempat, istbat dengan disertai teguran contoh dalam firman Allah dalam surat Al-Hadid ayat 16:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah
Menurut Ibnu Mas’ud ayat ini adalah teguran dari Allah untuk umat Islam.
Kelima, tabkit (celaan), menurut As-Sukaky ayat yang menjadi contoh model takrir ini adalah firman Allah dalam surat al-maidah ayat 116:
أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ
Adakah kamu mengatakan kepada manusia, jadikanlah aku dan ibu ku dua orang Tuhan selain Allah?
Ayat ini merupakan bentuk celaan terhadap kepercayaan dan keyakinan orang-orang nasrani yang menganggap Isa dan Maryam sebagai Tuhan.
Keenam, taswiyah (sama), sebagimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Yassin ayat 10:
وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ
Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak.
Ketujuh, takdzim (penghormatan), contoh ini terdapat dalam firman Allah surat Al-Baqarah 255:
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ
Adakah orang yang memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinNya
Kedelapan, tahwil (menakuti), sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Haqqah ayat 1-2:
الْحَاقَّةُ
مَا الْحَاقَّةُ
Hari kiamat
Apakah hari kiamat itu?
Kesembilan, memudahkan dan meringankan (tashil wa takhfif), seperti firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 39:
وَمَاذَا عَلَيْهِمْ لَوْ آمَنُوا بِاللَّهِ
Apakah kemudharatannya bagi mereka kalau mereka beriman kepada Allah
Kesepuluh, tafajju’ (kesedihan), contoh dalam surat al-kahfi ayat 49:
مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً إِلا أَحْصَاهَا
Kitab apakah ini? Yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) meninggalkan yang besar melainkan ia mencatat semuanya.
Kesebelas, taksir (banyak), sebagaimana firman Allah suarat al-A’raf ayat 4:
وَكَمْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا
Betapa banyak negeri yang telah kami binasakan?
Keduabelas. Isytirsyad (meminta petunjuk) contoh dalam firman Allah surat al-baqarah ayat 30:
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا
Tidakkah Kau jadikan orang yang akan membuat kerusakan di muka bumi?[5]


2.      Istifham Bi Makna Al-Insya’i
Istifham dalam bentuk ini memiliki macam yang banyak diantaranya:
Ø  Amr, seperti firman Allah dalam surat Yunus ayat 3:
أَفَلا تَذَكَّرُونَ
Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?  Maksudnya ambillah pelajaran.
Ø  Nahi, contoh firman Allah dalam surat al-infithar ayat 6:
مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan mu yang pemurah, maksudnya janganlah kamu terperdaya
Ø  Tazkir/pengingat, sebagaimana firman Allah dalam surat Ad-Dhuha ayat 2:
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى
Bukankah Dia mendapatimu sebagai orang yatim, lalu Dia melindungimu
Ø  Tahdir/kewaspadaan, contoh firman Allah dalam surat al-Mursalat ayat 16:
أَلَمْ نُهْلِكِ الأوَّلِينَ
Bukankah kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu
Ø  Tanbih/peringatan, contoh dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 258:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah)
Ø  Targhib/penyemangat, sebagaimana firman Allah surat as-shaf ayat 10:
هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ
Sukakah kamu aku tunjukan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan?
Ø  Tamanni/mengharap sesuatu yang sulit bahkan tidak mungkin terjadi, contoh dalam firman Allah surat Al-A’raf ayat 53:
فَهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ
Adakah bagi kami pemberi syafaat?
Ø  Du’a, ini seperti nahi, tetapi kalau du’a dari bawahan ke atasan, sebagaimana contoh firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 155:
أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ
Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan oranng-orang yang kurang akal?
Ø  Istibtha’/mendapati lambat, sebagaimana firman Allah surat Yasiin ayat 48:
مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Kapankah (terjadi) janji ini (hari bangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?
Ø  Iyaas/keputusasaan, sebagaimana contoh firman Allah dalam surat at-takwir ayat 26:
فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ
Maka kemanakah kamu akan pergi?
Ø  Inaas/keramah tamahan, contoh firman Allah dalam surat Thaha ayat 17:
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَى
Apakah itu yang ditangan kananmu hai Musa?
Ø  Ta’ajub, contoh firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 28:
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ
Mengapa kamu kafir kepada Allah?
Ø  Mengejek/memperolok-olok, contoh firman Allah dalam surat Hud ayat 87:
أَصَلاتُكَ تَأْمُرُكَ
Apakah agamamu yang menyuruh kamu
Ø  Tahqir/penghinaan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Furqan ayat 41:
وَإِذَا رَأَوْكَ إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولا
Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad) mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan, (dengan berkata) inikah orang yang diutus Allah sebagai rasul?
Ø  Istib’ad, seperti firman Allah dalam surat ad-dukhan ayat 13:
أَنَّى لَهُمُ الذِّكْرَى وَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مُبِينٌ
Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang memberi penjelasan
Ø  Taubikh/celaan, teguran, kecaman, sebagaiaman firman Allah surat Ali Imran ayat 83:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah?[6]



[1] Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-arab, Cet. III (Bairut: Da>r ih}ya> al-Tura>s| al-‘Arabi, 1999) Jil 10 343
[2] Isa a’li, al-kafi fi Ulum al-balaghah al-a’rabiyah, (libanon :jamiah al-maftuhah, 1993),. 263
[3] al-khatib al-qaziwini, al-idhah fi ulum al-balaghah, bairut, dar al-kutub al-alamiyah tt
[4] Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Al-ulum Al-Qur’an, (Bairut: maktabah al-a’shriyah, 2006) 204-205
[5] Ibid.,206-210
[6] Ibid.,210-213

Selasa, 07 Mei 2013

AYAT-AYAT TENTANG TEMPAT TINGGAL (Surat An-Nahl Ayat 80-81)




A.    Surat An-Nahl Ayat 80-81

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ جُلُودِ الأنْعَامِ بُيُوتًا تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلالا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ
Dan Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah dari kulit hewan ternak yang kamu merasa ringan (membawanya) pada waktu kamu bepergian dan pada waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan kesenangan sampai waktu (tertentu)
Dan Allah menjadikan tempat bernaung bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan, Dia menjadikan  bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia menjadikan pakaian bagimu yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dari peperangan. Demikian Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu agar kamu berserah diri (kepada-Nya)
B.     Arti Mufradat

تَسْتَخِفُّونَهَا : merasa ringan
يَوْمَ ظَعْنِكُمْ : hari pergi kalian (perjalanan)
أَثَاثًا        : perabot rumah
ظِلالا      : sesuatu yang meneduhi
أَكْنَانًا      : sesuatu yang menutupi
سَرَابِيلَ     : pakaian



C.    Asbab al-Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketiika seorang arab bertanya kepada Nabi SAW tentang Allah, beliau membacakan ayat, اللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا (Dan Allah yang menjadikan bagimu rumah-rumah sebagai tempat tinggal), orang itupun mengiyakan. Kemudian Nabi membacakan kelanjutan ayat tersebut tersebut, وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ جُلُودِ الأنْعَامِ بُيُوتًا تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ (..dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah dari kulit hewan ternak yang kamu merasa ringan (membawanya) pada waktu kamu bepergian dan pada waktu kamu bermukim..), orang itupun mengiyakan. Dan Rasulpun melanjutkan ayat tersebut dan orang itupun mengiyakannya. Namun ketika Nabi sampai pada ayat 81 bagian terakhir, كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ (Demikian Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu agar kamu berserah diri (kepada-Nya)), orang itupun berpaling dan tidak mau masuk Islam. Maka turunlah ayat selanjutnnya ayat 83, yang menegaskan bahwa walaupun orang-orang tahu akan nikmat yang diberikan Allah, tapi kebanyakan dari mereka tetap kafir.[1]

D.    Munasabah Ayat
Pada ayat sebelumnya Allah telah menyebutkan berbagai macam kekuasaan dan kebesaran Allah dengan tujuan agar para manusia bersyukur. Pada ayat ini Allah mengabarkan tentang kebesaran dan kekuasaanya serta sebagian kenikmatan-Nya yang dibrikan kepada manusia dengan tujuan agar manusia mau berserah diri kepada-Nya.




E.     Tafsir Ayat

Menurut Muhammad Ali As-Shabuni dalam karya tafsirnya Shafwah al-tafasir. Potongan ayat اللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا ini menunjukan nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Nikmat itu berupa rumah yang dijadikan oleh Allah dari batu dan batu bata agar manusia tinggal di dalamnya ketika bermukim di negara-negara mereka.[2]. Ayat tersebut juga mengandung makna bahwa Allah menciptakan bagi manusia bahan-bahan untuk dijadikan rumah, serta mengilhami mereka cara pembuatannya. Ilham membuat rumah merupakan tangga pertama bagi bangunnya peradaban umat manusia sekaligus merupakan upaya paling dini dalam membentengi diri manusia guna memelihara kelanjutan hidup pribadi, bahkan jenisnya. Dengan demikian, ini adalah nikmat yang sangat besar.[3]
Kata bait pada mulanya digunakan untuk arti tempat berada di waktu malam, baik tempat itu berupa bangunan permanen ataupun tidak permanen. Namun kemudian makna ini berkembang menjadi tempat tinggal baik pada waktu malam maupun siang hari. Kata sakanan, terambil dari kata sakana yang berarti tenang setelah sebelumnya bergejolak. Rumah juga disebut dengan kata tersebut karena rumah berfungsi memberi ketenangan bagi penghuninya setelah seharian bergulat dengan beraneka ragam problematika diluar rumah. Dirumah seseorang juga bisa beristirahat melepas lelah dan terhindar dari bahaya binatang buas.[4]
Dalam Tafsir Al-Ghazin disebutkan bahwa rumah itu ada dua macam pertama rumah yang tidak bisa dipindah (permanen) seperti rumah yang terbuat dari batu dan lain sebagainya ini adalah kandungan ayat: Dan Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal .Kedua rumah yang bisa dibawa kemana-mana seperti tenda yang terbuat dari kulit hewan ternak. Dan inilah yang dimaksud dalam firman Allah: Dia menjadikan bagimu rumah rumah dari kulit hewan ternak[5].
Firman Allah yang berarti: Dia menjadikan bagimu rumah-rumah dari kulit hewan ternak, dijadikan dasar oleh ulama tentang bolehnya memanfaatkan kulit hewan yang mati karena disembelih ataupun tidak. Tetapi tentu saja disamak dahulu agar kulit tersebut menjadi suci dan dapat digunakan. Imam Ahmad Abu Hanifah berpendapat kulit hewan yang mati tidak disembelih secara syara’ tidak dapat dimanfaatkan sama sekali, karena menurutnya kulit tersebut sama dengan bangkai. Namun menurut al-Qurtuby pendapat Iman Ahmad Abu Hanifah ini terbantahakan dengan riwayat-riwayat yang memperbolehkan mengambil manfaatnya setelah disamak. Walaupun demikian kulit babi dan kulit anjing tidak dapat diambil manfaatnya. Tetapi ada sebagian ulama ada yang berpendapat boleh, akann tetapi Quraish Shihab berpandangan pendapat ini sangat lemah.[6]
Potongan ayat تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُم, maksudnya   agar kalian mudah dan ringan ketika membawanya baik ketika kalian dalam perjalanan untuk keperluan mencari air dan mengembala maupun ketika kalian bermukim disuatu tempat tertentu. Pada intinya tidak memberatkan ketika dibawa bepergian ataupun ketika bermukim.[7]
Tafsir potongan  ayat وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا , maksudnya dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga. Kata atsatsan menurut pendapat Ibnu Abbas berarti maal (harta benda), sedang Imam Mujahid mengartikannya dengan peralatan. Al-Qatiby berpendapat makna atsatsan adalah harta benda yang mencangkup unta, kambing, budak dan peralatan atau barang dagangan. [8]
وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ, kesenangan sampai waktu (tertentu). Kata illa hiinin menurut Ibnu Abbas dan Imam Mujahid, berarti menggunakan dan bersenang-senang menggunakan alat-alat diatas sampai ajal menjemput atau mati. Berbeda dengan pendapat kedua ulama tersebut, Imam Muqatil menyatakan maksudnya bukan sampai mati tetapi sampai barang-barang itu rusak.[9]

F.     Ayat 81
وَاللهُ جَعَلَ لَكُمْ مِـمـَّا خَلَقَ ظِلَالًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ اَكْنَانًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِـيْلَ تَقِيْكُمُ الْحَرَّ وَسَرَبِـيْـلَ تَقِيْكُمْ بَأْسَكُمْ كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُوْنَ
Dan Allah menjadikan bagi kamu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan tempat-tempat bernaung, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tertutup di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memelihara kamu dari panas dan pakaian yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas kamu agar kamu berserah diri.
Setelah ayat yang lalu menyebut perumahan yang hanya di huni oleh manusia,kini di sebutnya tempat tinggal yang lain dimana manusia dan binatang dapat menghuninya. Demikian al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya. Atau dapat juga dikatakan bahwa setelah berbicara tentang perumahan yang berfungsi memberi naungan sempurna dan permanen, kini diuraikan tentang naungan dalam bentuk lain yaitu dengan menyatakan bahwa: dan Allah menjadikan bagi kamu dari apa yang telah diya ciptakan seperti pepohonan, atau bangunan-bangunan tinggi tempat-tempat tertutup bernaung dari cuaca panas dan dingin, dan dia jadikan bagi kamu tempat-tempat tertutup, ya’ni gua dan lorong-lorong di gunung-gunung yang dapat kamu jadikan tempat tinggal atau bernaung sebagaimana halnya rumah-rumah, dan dia jadikan bagi kamu pakaian dari berbagi bahan seperti kapas, katun dan wol yang dapat memelihara kamu dari sengatan panas dan dingin dan pakaian berupa baju-baju besi yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah sebagaimana Allah menciptakan kamu dari tiada, dan menganugrahkan kamu sarana kehidupan duniawi, Allah juga menyempurnakan nikamt-Nya atas kamu dengan jalan mengutus para nabi untuk menyampaikan petunjuk keagamaan agar kamu berserah diri, ya’ni tunduk patuh melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Kata aknan adalah bentuk jamak dari  kata kinn, ya’ni sesuatu yang menutupi, dan yang dimaksud disini adalah gua dan semacamnya yang sering ditemukan di pegunungan, sedang kata sirbal yaitu pakaian yang menutupi anggota tubuh manusia, dengan tujuan apapun, seperti batu atau perisai.
            Ayat di atas tidak menyebut secara tersurat fungsi pakaian sebagai pemelihara dari sengatan dingin. Ini bukan saja karena masyarakat Arab khususnya di tempat turunnya ayat ini di mekkah-lebih merasakan kesulitan sengatan panas, tetapin juga sebelum ayat ini pada Qs. An-Nahl (16):5 yang lalu telah di sebut nikmat kehangatan yang di anugrahkan Allah melalui binatang ternak. Di sisi lain sifat bahasa al-Qur’an yang cenderung kepada ijmal, ya’ni penyingkatan seringkali mencukupkan penyebutan satu hal, walau yang dimaksudnya lebih dari satu, jika dari konteksnya telah dapat di pahami.
            Pada ayat ini disebut dua fungsi pakaian, yaitu memelihara dari sengatan panas (dan dingin) dan memelihara dari sengatan musuh. Pada QS. Al.-A’raf [7]: 26 disebut fungsinya yang lain yaitu sebagai penutup aurat, yakni bagian tubuh yang terlarang memperlihatkan kepada orang lain serta segala bagian tubuh yag malu bila terlihat orang, dan fungsinya sebagai hiasan sedangkan pada QS. Al-Ahzab [33]: 59 disebut fungsinya sebagai sarana yang dapat membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian fungsi pakaian menurut al-Qur’an, paling sedikit mencangkup lima hal utama.[10]
            Dalam Kitab Tafsir lain Ayat diatas ditafisrkan dengan: Allah SWT. berfirman menyebut bahwa diantara nikmat-nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, ialah bagi mereka telah dijadikan rumah-rumah sebagi tempat tinggal, tempat bernaung dan berlindung dari gangguan binatang dan akibat perubahan cuaca dan penggantian musim. Juga Allah menjadikan rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit-kulit binatang ternak yang ringan dan mudah untuk di bawa dan dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Juga selain untuk kegunaan kemah-kemah, kulit binatang-binatang itu dan bulu-bulunya dapat pula digunakan dan dijadikan alat-alat dan perabot rumah tangga serta perhiasan bahan pakaian.[11]
              Allah berfirman bahwa dia telah menjadikan dari pohon-pohon yang diciptakan bayangan-bayangan tempat bernaung dari terik matahari, dan dari gunung-gunung yang telah ditancapkan dibumi, benteng-benteng tempat berlindung dan bersembunyi dari musuh. Selain itu juga Allah menjadikan pakaian-pakaian yang melindungi dari panas udara dan pakaian-pakaian besi yang melindungi dalam peperangan. Demikianlah Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya bagi hamba-hamba-Nya dengan memenuhi kebutuhan hidupnya agar mereka agar mereka berserah diri kepada-Nya, mengikuti tuntunan-Nya, melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Akan tetapi, firman Allah selanjutnya, jika sesudah mendapat keterangan ini dan dengan nikmat Allah yang berlimpah-limpah di atas mereka, masih saja mereka berpaling dari agama Allah dan memilih jalan yang sesat, maka kewajiban yang di bebankan kepadamu, hai Muhammad, hanyalah menyampaikan risalah Allah yang di amanatkan kepadamu, dan Allah-lah kelak yang akan menetapkan pembalasan-Nya terhadap mereka yang mengetahui betapa besar nikmat Allah kepada mereka, tetapi bertindak dan berkelakuan seakan-akan mengingkari nikmat-nikmat itu. [12]




[1]Q. Shaleh dkk, Asbabun Nuzul ( Bandung: Dipenogoro,2009), 313
[2]M.Ali As-shabuni, Shafwah Al-Tafasir,(Bairut: Dar Al-Fikr, 2001) 127
[3] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,(Jakarta: Lentera Hati, 2007) 307
[4] Ibid.,307
 [5]Alauddin Ali Bin Muhammad, Tafsir Ghazin (Bairut: Dar Al-kutub Al-alamiah, 1995)38
[6]Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah.,,308
[7]Alauddin Ali Bin Muhammad, Tafsir Ghazin.,40
[8]Ibid.,40
[9]M.Ali As-shabuni, Shafwah Al-Tafasir..,127
[10]Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah…308-310
[11]Salim Bahressy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier (Surabaya, Bina Ilmu:1988)586
[12]Ibid.,587