Kamis, 27 Desember 2012

Hubungan antar Agama


HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA
A.  Dalam Hal Akidah
1.      Surat Al-Kafirun

قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْكَٰفِرُونَ ﴿١﴾ لَآ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَآ أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَآ أَنتُمْ عَٰبِدُونَ مَآ أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ ﴿٦﴾

Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir (1).  aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah(2).  Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah(3).  Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah(4) Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah(5) Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".(6)

2.       Arti Mufradat
عَابِدُونَ            : penyembah
مَا عَبَدْتُمْ         : apa yang kamu sembah
دِينُكُمْ           : agamu mu
مَا أَعْبُدُ          : Tuhan yang aku sembah
3.      Asbab Al-Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum quraisy berusaha mempengaruhi Nabi dengan menawarakan harta kekayaan agar beliau menjadi orang yang paling kaya di kota Makah, dan akan dikawinkan dengan yang beliau kehendaki. Usaha ini disampaikan dengan berkata: “inilah yang kami sediakan untukmu wahai Muhammad, dengan syarat engkau jangan memaki-maki Tuhan kami dan menjelekkannya, atau sembahlah Tuhan kami selama setahun. Nabi menjawab: aku akan menungggu wahyu dari Tuhan ku. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah untuk menolak tawaran oranng kafir. (di riwayatkan oleh at-thabarani dan ibnu abi hatim yang bersumber dari ibnu abbas)[1]
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum kafir quraisy berkata kepada Nabi “sekiranya engkau tidak keberatan mengikuti kami (menyembah berhala) selama setahun, kami akan mengikuti agama mu selama setahun pula. Maka turunlah surat ini. (diriwayatkan oleh abdurrazaq yang bersumber dari wahb dan ibnu munzdir yang bersumber dari juraij)[2]
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa al-walid  bin mughirah, al’ashi bin wail, al-aswad bin muthallib, dan umayyah bin khalaf bertemu dengan rasul dan berkata: hai Muhammad! Mari kita bersama menyembah apa yang kami senbah dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami. Maka Allah menurunkan ayat ini.[3]

4.      Tafsir Surat
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir
aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Kata قُلْ (katakanlah) pada ayat diatas menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak sedikitpun mengurangi wahyu Allah yang disampaikan kepadanya.  Walaupun dilihat dari segi lahiriahnya kelihatannya kata ini tidak berfungsi[4].  Dalam ayat satu dan dua ini Rasul SAW diperintahkan Allah untuk menyampaikan kepada orang-orang kafir bahwa Tuhan yang mereka sembah bukanlah Tuhan yang ia sembah, karena mereka menyembah Tuhan yang memerlukan bantuan dan menjelma dalam suatu bentuk. Sedang Nabi menyembah Tuhan yang tidak ada tandingan-Nya dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia tidak ditentukan oleh tempat dan tidak terikat oleh masa.[5]
Maksud pernyataan diatas adalah terdapat perbedaan yang sanngat besar antara Tuhan yang disembah orang-orang kafir dan Tuhan yang disembah oleh Rasul. Orang-orang kafir menyifati Tuhan mereka dengan sifat-sifat yang tidak  layak sama sekali bagi Tuhan yang disembah Nabi SAW.[6]
La dalam potongan ayat  لا أَعْبُدُ  menurut  pendapat Al-syaukani dalam tafsir fathul qadir  menunjukan makna istiqbal (akan datang). Menurutnya kata laa pada umumnya jika masuk pada fiil mudhari’ menunjukan makna istiqbal (akan datang) sebagaimana ma tidak msuk pada fiil mudhari’ kecuali menunjukan makna hal. Dengan demikian ayat tesebut menunjukan bahwa Rasul tidak akan menyembah Tuhan orang kafir dimasa yang akan datang dan selamanya.[7]

وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
Dan tidak (juga) kamu akan menjadi penyembah-pennyembah apa yang sedang aku sembah
Ayat ketiga ini mengisyaratkan bahwa mereaka itu tidak menyembah atau taat kepada Allah, Tuhan yang disembah oleh Rasul SAW. Pernyataan ayat ini tidak bertentangan dengan kenyataan sejarah berduyun-duyunya penduduk makah yang tadinya kafir memeluk agama Islam dan menyembah Tuhan yang disembah Rasul.  Karena ayat ini dikhususkan kepada orang-orang kafir yang datang kepada nabi menngusulkan kompromi dalam menyembah tuhan.

وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
Dan tidak juga aku menjadi penyembah apa yang kamu sembah
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah tuhan yang aku sembah
Setelah ayat yang lalu menegaskan bahwa tokoh kafir tidak akan menyembah apa yang disembah nabi, ayat ini melanjutkan bahwa, dan tidak juga aku akan menjadi penyembah dimasa datang dengan cara yang selama ini kamu sembah, yakni aneka macam berhala. Dan tidak juga kamu wahai tokoh-tokoh kaum musyrikin akan menjadi penyembah dengan cara yang aku sembah.
Syekh Ismail haqqy menafsirkan bahwa Nabi Muhammad tidak akan menyembah berhala yang dianggap Tuhan oleh orang-orang kafir Jahilliah selama-lamanya.  Menurut penafsiran Syekh Ismail, ketika zaman jahilliyah saja Nabi tidak ikut menyembah berhala, apalagi setelah datangnya agama Islam, tidak mungkin Nabi menyembah berhala yang disembah orang kafir.[8]
Sebagian mufassir berpendapat bahwa kandungan ayat empat surat  ini, tidak berbeda dengan kendungan pada ayat dua, demikian pula kandungan ayat lima sama dengan kandungan ayat tiga.  Pendapat ini dibantah oleh Quraish Shihab, menurutnya pendapat ini kurang tepat karena tanpa ada kesulitan dapat dilihat perbedaan redaksi antara ayat dua dan ayat empat.[9]
Qurasih shihab menyatakan, untuk memahami perbedaan itu, harus mengarahkan pandangan kepada kata ‘abadtum yang ada pada ayat empat menggunakan bentuk kata kerja masa lampau. Sedang pada ayat kedua kata yang digunakan adalah kata ta’budun merupakan kerja berbentuk hal atau istiqbal (menunjukan arti saat ini atau akan datang).  Lebih jauh lagi jika diperhatikan ayat tiga dan ayat lima, keduanya berbicara tentang apa yang disembah atau ditaati oleh Nabi Muhammad, akan ditemukan redaksi yang digunakan sama, yakni kedua ayat tersebut mengunakan kata a’bud dalam bentuk hal dan istiqbal.[10]
Dari perbedaan diatas kesan yang pertama timbul adalah, Nabi ada konsistensi dalam objek pengabdian dan ketaatan. Beliau tidak menyembah Tuhan yang berubah-ubah. Berbeda halnya dengan orang kafir yang menyembah Tuhan yang berbeda-beda di tiap harinya. Hal ini sesuai dengan fakta sejarah yang diungkapkan oleh Abu raja’ al-tharidi, seorang yang hidup dimasa jahiliyyah dan masuk Islam setelah Nabi wafat.  Ia menceritakan bahwa, pada zaman jahilliyah jika kaum kafir Quraish menemukan batu yang indah mereka menyembahnya.[11]
Surat ini jika diperhatikan terdapat sedikit yang aneh. Hal aneh tersebut adalah mengungkapkan kata ganti Allah dengan huruf ma, padahal jika dipandang dari sudut ilmu gramatikal arab. Kata ma menunjukan Ghairu Akil (sesuatu  yang tidak berakal). Dalam hal ini Muhammad bin Akhmad Khatib menyatakan, pemakain kata ma untuk kata ganti Allah adalah sebagai perbandingan (muqabalah) .

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
Bagimu agama mu dan bagi ku agama ku
Al-syaukani berpendapat kata كُمْ دِينُكُمْ adalah penguat  atau penegas dari لا أَعْبُدُ مَا  تَعْبُدُونَ . sebagaimana firman Allah وَلِىَ دِينِ merupakan penegas atau penguat dari firman-Nya وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ.  Maksud  ayat tersebut menurut penafsiran al-syaukani adalah “ jika kamu ridha dengan agama mu maka aku pun ridha dengan agama ku.  Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Assyura ayat lima belas, yang artinya “ bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian amal-amal kalian.[12]
Kata din, dapat diartikan agama atau balasan atau dapat diartikan pula kepatuhan[13].  Muhammad bin ahkmad al khatib, dalam tafsir khatib al-syarbini mengungkapan pendapat bahwa ayat diatas dapat ditafsiri dengan “ bagimu balasan dari perbutan mu dan bagiku balasan dari perbuatan ku” . dengan demikian kata din dapat diartikan dengan balasan.[14]

5.      Munasabah
Pada akhir surat al-kausar dijelaskan bahwa orang yang amembenci Nabi Muhammmada akan terputus. Pada awal surat al-kafirun, Rasul diperintahkan bersikap tegas kepada orang yang ingkar kepada Allah.[15]
Sedang hubungan surat al-kafirun dengan surat an-nasr adalah, jika pada surat al-kafirun menerangkan bahwa Rasul Saw tidak akn mengikuti agama oreang-orang kafir, maka pada surat an-nasr diterangkan bahwa agama yang dibawa nabi akan berkembang dan menang.[16]

B.   Dalam Hal Muamalah
* Ó|¤tã ª!$# br& Ÿ@yèøgs ö/ä3oY÷t/ tû÷üt/ur tûïÏ%©!$# NçF÷ƒyŠ$tã Nåk÷]ÏiB Zo¨Šuq¨B 4 ª!$#ur ֍ƒÏs% 4 ª!$#ur Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÐÈ   žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ   $yJ¯RÎ) ãNä39pk÷]tƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNä.qè=tG»s% Îû ÈûïÏd9$# Oà2qã_t÷zr&ur `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ (#rãyg»sßur #n?tã öNä3Å_#t÷zÎ) br& öNèdöq©9uqs? 4 `tBur öNçl°;uqtFtƒ šÍ´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# [17]ÇÒÈ  
 Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.
 Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

6.      Tafsir
(7) Kata ( عسى ) ‘asa digunakan untuk menggambarkan harapan tentang terdirinya sesuatu di masa datang. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah, karena segala sesuatu telah diketahui-Nya. Atas dasar itu, maka kata ‘asa tertuju kepada mitra bicara, yakni harapkan dan bersikap optimislah. Sementara ulama berpendapat bahwa semua kata ‘asa dalam al-Qur’an mengandung makna kepastian. Dalam penelitian penulis, pendapat ini jika secara tegas kata tersebut dinisbahkan kepada Allah, seperti bunyi ayat di atas. Adapun jika tidak dinisbahkan kepada-Nya, maka ia bermakna tuntunan agar mengharap dan bersikap optimis, seperti dalam Qs. al-Baqarah [2]: 16. Apa yang dijanjikan di atas, terbukti tidak lam setelah turunnya ayat ini. Ketika Rasul saw. Memasuki kota Mekah, berduyunlah penduduk Mekah – memeluk Islam, sehingga benar-benar terjalin hubungan kasih saying antara kaum beriman dengan meraka yang tadinya musyrik.
            Didahulukannya kalimat antara kamu dan antara mereka orang-orang yang telah kamu musuhi dari mereka atas kata mawaddah / kasih sayang adalah untuk menekankan terjadinya kasih sayang itu antar mereka. Ini karena mereka merasakan secara langsung pahitnya pemutusan hubungan dengan sesame keluarga. Penyambutan hati mereka akibat hubungan kasih yang terjadi antara mereka dengan orang lain, tidak akan disambut semeriah dan segembira jika jalinan kasih itu terjadi antara mereka dengan keluarga. Karena itu ayat di atas mendahulukan kalimat tersebut. [18]
            Kata ( مودة ) mawaddah adalah kasih yang terbukti dampak positifnya dalam tingkah laku. Menurut al-Hasan al-Basri dan Abu Salih, ayat ini diturunkan berhubungan dengan Khuza‘ah, Bani al-Haris bin Ka‘ab, Kinanah, Khuzaimah, dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Mereka minta diadakan perdamaian dengan kaum Muslimin dengan mengemukakan ikrar tidak akan memerangi kaum Muslimin dan tidak menolong musuh-musuh mereka. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan kaum Muslimin untuk menerima permusuhan mereka.[19]
            Ayat ini menyatakan kepada Rasulullah dan orang-orang yang beriman bahwa mudah-mudahan Allah akan menjalinkan rasa cinta dan kasih saying antara kaum Muslimin yang ada di madinah dengan orang-orang musyrik Mekah yang selama ini membenci dan menjadi Musuh Mereka. Hal itu Apalagi jika orang-orang kafir mau beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah mereka lakukan sebelumnya, yaitu dosa memusuhi Rasulullah dan kaum Muslimin.
            Isyarat yang terdapat dalam ayat ini terbukti kebenarannya pada pembebasan kota mekah oleh kaum Muslimin, tanpa terjadi pertumpahan darah. Sewaktu Rasulullah memasuki kota Mekah, karena orang-orang musyrik melanggar perjanjian mereka dengan kaum Muslimin, mereka merasa gentar menghadapi tentara kaum Muslimin, dan bersembunyi di rumah-rumah mereka. Oleh karena itu, Rasulullah mengumumkan bahwa barang siapa yang memasuki Baitullah, maka dia mendapat keamanan, barang siapa memasuki Masjidil Haram, maka ia mendapat keamanan, dan barang siapa memasuki rumah Abu Sufyan, ia mendapat keamanan. Perintah itu ditaati oleh kaum musyrik dan mereka pun berlindung di Ka‘bah, di Masjidil Haram, dan rumah Abu Sufyan. Maka waktu itu, kaum Muslimin yang telah hijrah bersama Rasulullah ke madinah bertemu kembali dengan keluarganya yang masih musyrik dan tetap tinggal di mekah, setelah beberapa tahun mereka berpisah. Maka terjalinlah kembali hubungan baik dan kasih sayang diantara mereka.[20]
            Karena baiknya sikap kaum Muslimin kepada mereka, maka mereka berbondong-bondong masuk islam. Firman Allah:
#sŒÎ) uä!$y_ ãóÁtR «!$# ßx÷Gxÿø9$#ur ÇÊÈ   |M÷ƒr&uur }¨$¨Y9$# šcqè=ä{ôtƒ Îû Ç`ƒÏŠ «!$# %[`#uqøùr& ÇËÈ   ôxÎm7|¡sù ÏôJpt¿2 y7În/u çnöÏÿøótGó$#ur 4 ¼çm¯RÎ) tb%Ÿ2 $R/#§qs? ÇÌÈ  
            Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (an-Nasr/110:1-3)[21]
(8) Firman-Nya ( لم يقاتلوكم ) lam yuqatilukum / tidak memerangi kamu menggunakan bentuk mudhari‘. Ini dipahami sebagai bermakna “mereka secara factual sedang memerangi kamu”, sedang kata fi yang berarti dalam mengandung isyarat bahwa ketika itu mitra bicara bagaikan berada dalam wadah tersebut sehingga tidak ada dari keadaan mereka diluar wadah itu. Dengan kata fi ad-din / dalam agama tidak termasuklah peperangan yang disebabkan karena kepentingan duniawi yang tidak ada hubungannya dengan agama, dan tidak termasuk pula siapa pun yang tidak secara faktual memerangi umat Islam- antara lain pada masa Nabi yakni suku ‘Khuza’ah demikian juga wanita-wanita, dan Ahl adz-Dzimmah (penduduk negeri dari Ahl al-Kitab yang membayar pajak). Berbuat baik terhadap mereka adalah salah satu bentuk akhlak mulia.[22]
Diriwayatkan bahwa Ahmad bin Hanbal menceritakan kepada beberapa imam yang lain dari ‘Abdullah bin Zubair, ia berkata, “Telah datang ke madinah (dari Mekah) Qutaih binti ‘Abdul ‘Uzza, bekas istri Abu bakar sebelum masuk Islam, untuk menemui putrinya Asma’ binti Abu Bakar dengan membawa berbagai hadiah. Asma’ enggan menerima hadiah itu dan tidak memperkenankan ibunya memasuki rumahnya. Kemudian Asma’ mengutuskan seseorang kepada ‘Aisyah agar menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Maka turunlah ayat ini yang membolehkan Asma’ menerima hadiah dan mengizinkan ibunya yang kafir itu tinggal di rumahnya.[23]
            Allah tidak melarang orang-orang yang beriman berbuat baik, mengadakan hubungan persaudaraan, tolong-menolong, dan bantu-membantu dengan orang musyrik selama mereka tidak mempunyai niat menghancurkan Islam dan kaum Muslimin, tidak mengusir kaum Muslimin dari negeri-negeri mereka, dan tidak pula berteman akrab dengan orang yang hendak mengusir itu.
Ayat ini memberikan ketentuan umum dan prinsip agama Islam dalam menjalin hubungan dengan orang-orang yang bukan Islam dalam satu Negara. Kaum Muslimin diwajibkan bersikap baik dan bergaul dengan orang-orang kafir, selama mereka bersikap dan ingin bergaul baik, terutama dengan kaum Muslimin.
            Seandainya dalam sejarah Islam, terutama pada masa Rasulullah saw dan masa para sahabat, terdapat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kaum Muslimin kepada orang-orang musyrik, maka tindakan itu semata-mata dilakukan untuk membela diri dari kezaliman dan siksaan yang dilakukan oleh pihak musyrik.
Di mekkah, Rasulullah dan para sahabat disiksa dan dianiaya oleh orang-orang musyrik, sampai mereka terpaksa hijrah ke madinah. Sesampai  di madinah, mereka pun dimusuhi oleh orang yahudi yang bersekutu dengan orang-orang musyrik, sekalipun telah dibuat perjanjian damai antara mereka dengan Rasulullah. Oleh karena itu, Rasulullah terpaksa mengambil tindakan keras terhadap mereka. Demikian pula ketika kaum Muslimin berhadapan dengan kerajaan Persia dan Romawi, orang-orang kafir disana telah memancing permusuhan sehingga terjadi peperangan.
Jadi ada satu prinsip yang perlu diingat dalam hubungan orang-orang Islam dengan orang-orang kafir, yaitu boleh mengadakan hubungan baik, selama pihak yang bukan Islam melakukan yang demikian pula. Hal ini hanya dapat dibuktikan dalam sikap dan perbuatan kedua belah pihak.
Di Indonesia prinsip ini dapat dilakukan, selama tidak ada pihak agama lain bermaksud memurtadkan orang Islam atau menghancurkan Islam dan kaum Muslimin.
(9) Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah hanya melarang kaum Muslimin bertolong-tolongan dengan orang-orang yang menghambat atau menghalangi manusia beribadah di jalan Allah, dan memurtadkan kaum Muslimin sehingga ia berpindah kepada agama lain, yang memerangi, mengusir, dan membantu pengusir kaum Muslimin dari negeri mereka. Dengan orang yang semacam itu, Allah dengan tegas melarang kaum Muslimin untuk berteman dengan mereka.[24]
            Di akhir ayat ini, Allah mengingatkan kaum Muslimin yang menjadikan musuh-musuh mereka sebagai teman dan tolong-menolong dengan mereka, bahwa jika mereka melanggar larangan ini, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.
7.      Munasabah
Dalam ayat-ayat tersebut diterangkan sikap orang-orang yang beriman terhadap orang-orang kafir yang tidak memusuhi kaum Muslimin, bahkan mereka mengulurkan tangan persaudaraan dan hubungan baik, maka kali ini harus disambut baik pula oleh kaum muslimin.


[1]Kh. Shaleh dkk, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunya Ayat-Ayat al-Qur’an. 619
[2]Ibid.,620
[3]Imam Ali bin Ahmad al-wahidi, Asbab Nuzul al-Quran, (Libanon: Dar Al-Kutub Al-Alamiah, 2009), 496.
[4]M. Qurish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta:  Lentera Hati, 2006), 575.
[5]Kementrian Agama, Alquran dan Tafsirnya (Jakarta: Widya, 2011), 797.
[6]Ibid.,797
[7]Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Bairut: Dar ibn Hajm, 2005), 283.
[8] Ismail Haqqi, Ruh al-Bayan fi tafsir al-Quran (Libanon: Darul Kutub al-Ilmiah, 2003), 542.
[9]Qurash shihab, Tafsir Al-Misbah.,579
[10]Ibid.,579
[11]Ibid.,579
[12]Muhammad Bin Ali Bin Muhammad Assyaukani, Fathul Qadr (Bairut: Dar Ibnu Hajm, 2005) 685
[13]Quraish shihab, Tafsir Al Misbah.,581
[14]Muhammad Bin Ahmad, Tafsir Khatib Al-syarbini (Bairut Dar Kutub Al Ilmiah, 2004) 701
[15]Kementrian Agama, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Jakarta, widya cahaya, 2011), 798.
[16]Ibid.,799
[17]Al-quran, 60: 7-9.
[18]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002). 167.
[19]Widya Cahaya, al-Qur‘an & Tafsirnya (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan “KDT”, 2011). 96.
[20]Ibid, 97.
[21]Al-quran, 110:1-3. 
[22] Shihab, Tafsir..,169.
[23]Widya, al-Qur‘an...  98.
[24] Ibid, 98.

1 komentar:

  1. Jackpot City Casino Site - LuckyClub
    The jackpot city JackpotCity is the place to bet on the biggest and most exciting games luckyclub around. It is powered by one of the world's most trusted and

    BalasHapus